Teori Belajar Bahasa
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul ” Teori
Belajar Bahasa Indonesia“. Kajian tentang Makalah Strategi Belajar Mengajar
yang mengacu kepada teori belajar bahasa akan dimulai dari pengertian
pembelajaran bahasa, prinsip- prinsip pembelajaran bahasa, cakupan pembelajaran
bahasa, landasan teori belajar bahasa, sampai faktor pendukung pembelajaran
bahasa.
Makalah ini kami buat sedemikian lengkap untuk memenuhi tugas kelompok
mata kuliah Strategi Belajar Mengajar. Meskipun begitu, kami mengharapkan
masukan terhadap makalah ini demi perbaikan.
Akhirnya kami berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat.
Cianjur, 19 Oktober 2013
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar mengajar merupakan kegiatan yang bernilai edukatif. Dikarenakan
kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum
pengajaran dilakukan. Dengan tercapainya tujuan pembelajaran, maka dapat
dikatakan bahwa guru telah berhasil dalam mengajar.
Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena
itu, pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pembelajar
dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis (Depdikbud, 1995).Oleh karena itu,
setiap pengajar harus memiliki keterampilan dalam memilih strategi pembelajaran
untuk setiap jenis kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, pemilihan strategi
pembelajaran yang tepat dalam kegiatan pembelajaran, diharapkan pencapaian
tujuan belajar dapat terpenuhi.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa definisi dari belajar bahasa
?
2.
Bagaimanakah prinsip- prinsip
dari belajar bahasa?
3.
Apa saja yang menjadi cakupan
pembelajaran bahasa ?
4.
Apa saja yang menjadi landasan
teori belajar bahasa ?
5.
Apa saja faktor- faktor
pendukung pembelajaran bahasa ?
6.
Apa perbedaan dari perolehan
dan pembelajaran ?
C. Tujuan Masalah
1.
Untuk mengetahui definisi dari
belajar bahasa.
2.
Untuk mengetahui prinsip-
prinsip dari belajar bahasa.
3.
Untuk mengetahui cakupan
pembelajaran bahasa.
4.
Untuk mengetahui landasan teori
belajar bahasa.
5.
Untuk mengetahui faktor- faktor
pendukung pembelajaran bahasa.
6.
Untuk mengetahui perbedaan dari
perolehan dan pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pembelajaran Bahasa
Belajar
bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi.Oleh karena itu, pembelajaran
bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pembelajar dalam berkomunikasi, baik
lisan maupun tulis (Depdikbud, 1995).Hal ini relevan dengan kurikulum 2004
bahwa kompetensi pembelajar bahasa diarahkan ke dalam empat subaspek, yaitu
menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.Oleh karena itu, setiap pengajar
harus memiliki keterampilan dalam memilih strategi pembelajaran untuk setiap
jenis kegiatan pembelajaran.Dengan demikian, pemilihan strategi pembelajaran
yang tepat dalam kegiatan pembelajaran, diharapkan pencapaian tujuan belajar
dapat terpenuhi.
Gilstrap
dan Martin (1975) menyatakan bahwa peran pengajar lebih erat kaitannya dengan
keberhasilan pembelajar, terutama berkenaan dengan kemampuan pengajar dalam
menetapkan strategi pembelajaran.Sedangkan tujuan pembelajaran bahasa, menurut
Basiran (1999) adalah keterampilan komunikasi dalam berbagai konteks
komunikasi.Kemampuan yang dikembangkan adalah daya tangkap makna, peran, daya
tafsir, menilai, dan mengekspresikan diri dengan berbahasa.Kesemuanya itu
dikelompokkan menjadi kebahasaan, pemahaman, dan penggunaan.
Uraian
di atas sudah jelas bahwa pembelajaran bahasa pada anak didik atau pembelajar
yang ditransformasikan oleh guru meliputi empat aspek yaitu menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis. Proses guru sendiri dalam mensransformasikan
materi atau bahan untuk membantu siswa dalam menguasai atau mempelajari keempat
aspek tersebut diserakan kepada guru sepenuhnya. Sehingga, sebagai guru dan
calon guru sedini mungkin sudah harus diperkenalkan untuk berfikir kritis dan
inovatif dalam mencari metode serta bahan ajar yang akan di sampaikan kepada
paserta didik atau anak didik sesuai dengan tahap perkembangannya.
Pemilihan
bahan ajar serta metode yang digunakan bervariasi sesuai dengan minat serta
kemampuan yang dimiliki siswa. Misal untuk mengajarkan anak SD kelas VI berbeda
dengan metode mengajar anak kelas V walaupun materi pokok yang diajarkan sama.
Bagi siswa kelas VI belajar berpidato sudah dapat dilakukan tanpa teks,
sedangkan anak kelas V masih boleh menggunakan teks.Hal ini dilakukan agar
setiap siswa mempunyai kompetensi pembelajaran yang meningkat seiring dengan
perkembangan mental anak.
B.
Prinsip-Prinsip Pembelajaran Bahasa
Belajar
bahasa akan lebih baik apabila: Peserta didik atau pebelajar mampu menilai
pengalaman sendiri atau menilai orang lain. Pebelajar terlibat dalam
pengembangan tujuan dan telah mengembangkan cara teratur untuk memusatkan pada
pengolahan informasi. Selain itu pebelajar mengandalkan observasi sebagai
pengalaman. Pengalaman itu dapat berupa apa yang ia dapat sendiri atau dapat
juga dari apa yang ia dengar dan ia lihat dari sekelilingnya. Dari
pengalaman-pengalaman tersebut anak dapat menilai baik dan buruknya semua yang
dilihatnya bagi perkembangan mental dan intelegtency seorangt anak.
Fokus
pada kegiatan belajar dengan serangkaian gambaran dan perasaan yang teratur
dalam proses belajar membantu siswa dalam memahami suatu masalah sehingga apa
yang ingin disampaikan oleh pengajar diterima secara maksimal oleh peserta
didik. Sebagai contohnya dalam proses pembelajaran seorang guru
menjelaskan materi pelajaran mengenai membaca dalam hati maka untuk memfokuskan
agar penjelasan guru tidak melenceng setelah guru memberikan materi mengenai
membaca dalam hati siswa diberikan tugas untuk membaca dalam hati dengan baik
dan benar.
Telah
menemukan standar dan tujuan dari orang lain dimaksudkan bahwa dalam
menstranformasikan ilmu kepada pebelajar seorang guru tidak dapat berdiri
sendiri. Tetapi juga membutuhkan bentuan alat atau saran dari orang lain dalam
memilih media yang sesuai dengan karakter peserta didik. Diharapkan dengan
metode dan media yang tepat atau pas siswa dapat memahami materi pelajaran
secara maksimal.
Dalam
proses belajar hendaknya siswa agar tidak terlalu dirangsang atau mengalami
tekanan atau kecemasan berat karena hal itu tidak akan berdampak baik tetapi
sebaliknya yaitu anak menjadi down dan dapat memicu menurunnya intelegency atau
yang di sebut dengan IQ.
Mampu
memproses informasi dengan berbagai metode dan belajar (bagaimana
belajar).Dengan penggunaan bahan belajar relevan dengan masa lalu dan sekarang
diharapkan informasi baru yang disajikan melalui pancaindera dan pengalaman
dengan ulangan dan variasi tema yang cukup dapat memberikan sumbangan pemikiran
kepada siswa atau peserta didik.
Selain
uraian diatas terdapat 5 prinsip belajar lainnya yaitu:
a.
Prinsip 1.
Mengetahui apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan minat belajar bahasa
yaitu seorang guru harus menyelami dan mengetahui karakter setiap siswa dalam
satu kelas agar guru dapat mencari metode dan cara belajar yang tepat sesuai
dengan apa yang diinginkan siswa. Cara ini selain dapat meningkatkan hasil
belajar juga dapat membantu guru dalam memberikan materi pembelajaran karena
dengan mudah dapat diserap dan dipahami siswa secra maksimal.
b. Prinsip 2. Keterpaduan keterampilan
berbahasa keterampilan disajikan secara terpadu seperti dalam kehidupan nyata.
Keterampilan ini seperti pemberian materi pelejaran yang pemberian contohnya
disesuaikan dengan apa yang sedang berkembang dan menjadi sorotan anak
didik. Keterpaduan ini selain menarik juga membuat siswa tidak bosan
dalam mengikuti proses pembelajaran.
c. Prinsip 3. Belajar bahasa adalah belajar
berkomunikasi.Komunikasi ini diciptakan situasi yang mendorong terjadinya
komunikasi dan interaksi dengan kegiatan yang ada kesenjangan informasinya (information
gap). Komunikasi yang dibangun dan diterapkan oleh guru kepada nak didik
hendaknya dimulai dari apa yang siswa atau anak didik minati. Dari itu pendidik
dapat bertukar pikiran dengan baik dan selanjutnya komunikasi yang terjalin ini
dapat mempermudah guru mengetahui kesukaran/kesulitan siswa dalam belajar.
d. Prinsip 4. Pentingnya kebermaknaan
dalam pengajaran.Kebermaknaan berdasarkan konteks, baik konteks kebahasaan
maupun konteks situasi. Kegiatan pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa
jika hal itu berhubungan dengan kebutuhan, pengalaman, minat, tata nilai, dan
masa depannya.Dalam penerapan prinsip ini, guru dituntut memiliki kemampuan
berbahasa yang memadai dan memiliki berbagai keterampilan menyajikan bahan
secara komunikatif
e.
Prinsip 5.
Belajar dengan melakukan atau praktek hal ini dilakukan agar Guru menyiapkan
bahan, menciptakan situasi dan kegiatan yang beragam untuk mendorong siswa
berperan secara aktif belajar bahasa, bukannya mengetahui teori-teori atau ilmu
tentang bahasa. Pengaplikasian materi belajar dengan metode ini mengakibatkan
siswa kan terdorong untuk selalu mengikuti serta berantusias dalam proses
pembelajaran.
C.
Cakupan
Pembelajaran Bahasa
1. Menyimak
Mendengarkan
ialah mengarahkan perhatian dengan sengaja kepada suatu suara, atau menangkap
pikiran orang berbicara dengan alat pendengaran kita, dengan tepat dan
teratur.Mendengar dan mendengarkan itu berbeda.
Untuk mendengarkan dengan baik kita harus:
a. Mengerti akan kata-kata yang
dipakai,
b. Memahami dan mengenal bentuk
kalimatnya,
c. Menangkap isi dan maksud percakapan
itu dengan teratur.
Tujuan pembelajaran menyimak:
a. Siswa memiliki keterampilan memahami
dari segi kognitif.
b. Siswa memiliki keterampilan
mendengarkan ucapan orang lain.
c. Siswa dapat menangkap pokok
pembicaraan orang lain.
d. Siswa mampu membedakan ide yang satu
dengan lainnya
2.
Berbicara
Yang
dimaksud dengan berbicara ialah melahirkan pikiran dan perasaan yang teratur
dengan memakai bahasa lisan.
Adapun
tujuan pengajaran berbicara antara lain:
a. Melatih siswa melahirkan isi hatinya
(pikiran, perasaan, dan kemauannya) secara lisan dengan bahasa yang teratur dan
kalimat yang baik.
b. Memperbesar dorongan batin akan
melahirkan isi hatinya.
c. Memupuk keberanian berbicara pada
anak-anak.
d. Menambah perbendaharaan bahasa anak.
e. Dari sudut psikologi humanismenya
adalah memberikan kesempatan pada anak untuk menyatakan dirinya.
3.
Membaca
Membaca
adalah mengarahkan siswa untuk dapat mengetahui sesuatu dengan cara langsung
mencari / membaca sendiri dalam buku. Melatih siswa menangkap arti bacaan itu
dalam waktu yang singkat.Melatih siswa belajar sendiri, untuk memperoleh
pengetahuan (nilai praktis).
Membaca
dengan teknik yang baik tidak hanya soal gerakan mata (soal lancar), tetapi
meliputi pula tepatnya lagu, tekanan, dan lafalnya. Dengan demikian, tujuan
membaca teknik dapat kita simpulkan sebagai berikut:
a) Mengajarkan/melatih membaca dengan
lancar dan jelas, dengan jalan:
1.
membuat lompatan-lompatan mata yang besar.
2.
mengurangi lompatan-lompatan balik.
3.
memperhatikan isi bacaan sehingga proses asimilasi
berlangsung dengan baik.
b) Mengajar membaca dengan tepat. (Ini
juga dipengaruhi proses asimilasi).
c) Mengajar membaca dengan lagu yang
tepat (seperti orang bercakap-cakap), tanda baca menunjukkan jalannya.
d) Mengajar membaca dengan ucapan yang
tepat (lafal harus jelas).
Tujuan membaca
a. Meningkatkan kecepatan
pemahaman siswa
b. Memperbaiki kemampuan membaca oral
/lisan
c. Meningkatkan kemampuan apresiasi
sastra (menghargai, menggauli, dan menilai karya sastra)
d. Meningkatkan minat baca
4.
Menulis
Menulis
adalah kegiatan mengarahkan siswa agar dapat terampil dalam menyusun/ memakai
bahasa Indonesia dengan baik. Hal ini bertujuan agar siswa dapat aktif dalam
mempelajari pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Tujuan
pengajaran menulis
a.
Siswa mampu menyusun karangan
b. Siswa mampu menggunakan kaidah
bahasa
c.
Siswa mampu berimajinasi
D. Landasan Teori Belajar Bahasa
1.
Teori
Behavioristik
Bapak
behavioristik yang terkenal di Amerika yaitu John B. Watson (1878 –
1958).Bahasa merupakan bagian fundamental dari keseluruhan perilaku
manusia.Teori behavioristik memumpunkan perhatiannya pada aspek yang dirasakan secara
langsung pada perilaku berbahasa serta hubungan antara stimulus dan respons
pada dunia sekelilingnya. Seorang berhavioris menganggap bahwa perilaku
berbahasa yang efektif merupakan hasil respon tertentu yang dikuatkan, respons
itu akan menjadi kebiasaan. (contoh: Anak yang minta susu pada ibunya oleh ibu
diberi susu) maka hal ini apabila selalu dituruti oleh ibu, sang anak akan
minta susu dengan cara seperti itu terus. Pernyataan ini diteliti oleh
Skinner yang dikenal dengan teorinya belajar disebut operant conditioning.Konsep
ini mengacu pada kondisi di mana manusia/binatang mengirimkan respons /oprerant
(ujaran/kalimat) tanpa ada stimulus yang tampak.Operant itu
dipertahankan dengan penguatan.
Pendapat
Skinner ditentang ogzleh Noam Chomsky (1959), tetapi pada tahun 1970, Kenneth
Mac Corquadale memberikan jawaban atas kritikan Chomsky. Beberapa linguis dan
ahli psikologi sependapat dengan Skinner bahwa model Skinner tentang perilaku
berbahasa dapat diterima secara memadai pada kapasitas memperoleh bahasa,
perkembangan bahasa, hal bahasa,dan teori makna.
Ahli
Psikologi mengusulkan modifikasi teori behaviorisme, contohnya terori
modifikasi yang dikembangkan dari teori Pavlov, yakni teori
kontiguitas.Misalnya pengertian makna, dipertanggungjawabkan dengan pernyataan
bahwa rangsangan kebahasaan (kata/kalimat) memancing respons mediasi, yakni
swastikulasi.
Charles
Osgood menyebut swastimulasi sebuah proses mediasi representasional, yakni
proses yang tidak tampak yang bergerak dalam diri pembelajar. Teori mediasi
menjelaskan hakikat bahasa dengan makna berbau mentalisme. Dalam teori mediasi
masih terdapat pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab, hakikat bahasa dan
hubungan integral antara makna dan ujaran tak terpecahkan
Pendukung
teori behaviorisme yang lain adalah Jenkins dan Palermo (1964). Mereka
mensitesiskan linguistik generatif dengan pendekatan mediasi untuk bahasa
anak.Anak memperoleh kerangka tata bahasa struktur frase dan belajar
ekuivalensi stimulus respons yang dapat diganti dalam tiap kerangka.
Teorinya
Jenkis dan Palermo mengalami kegagalan untuk menjelaskan hakikat bahasa yang
abstrak.Pendapat ahli psikologi behaviorisme yang menekankan pada observasi
empirik dan metode ilmiah hanya dapat mulai menjelaskan keajaiban pemerolehan
dan belajar bahasa dan ranah kajian bahasa yang sangat luas masih tak
tersentuh.
2.
Teori Generatif
a)
Teori Nativisme
Teori
nativisme dihasilkan dari pernyataan bahwa pembelajaran bahasa ditentukan oleh
bakat. Lenneberg (1967) menyatakan bahwa bahasa itu merupakan perilaku khusus
manusia dan cara pemahaman tertentu, pengkategorian kemampuan,dan mekanisme
bahasa yang lain ditentukan secara biologis. Teori Nativisme Chomsky dalam
Hadley (1993: 48) yang merupakan tokoh utama golongan ini mengatakan
bahwasannya hanya manusialah satu-satunya makhluk Tuhan yang dapat melakukan
komunikasi lewat bahasa verbal. Chomsky juga menyatakan bahwa setiap anak yang
lahir ke dunia telah memiliki bekal dengan apa yang disebutnya “alat penguasaan
bahasa” atau LAD (Language Acquisition Device). McNeill
mendeskripsikan LAD menjadi empat bakat bahasa. Kemampuan membedakan bunyi
ujaran dengan bunyi yang lain dalam lingkungannya Kemampuan mengorganisasikan
peristiwa bahasa ke dalam variasi yang beragam. Pengetahuan adanya sistem
bahasa tertentu yang mungkin dan sistem yang lain yang tak mungkin. Kemampuan
untuk tetap mengevaluasi sistem perkembangan bahasa yang membentuk sistem yang
mungkin dengan cara yang paling sederhana dari data kebahasaan yang diperoleh.
Tata bahasa anak mengacu pada tata bahasa tumpu (pivot grammar).Ujaran
anak satu dua kata mula-mula merupakan perwujudan dua kelas kata terpisah dan
bukan dua kata yang dilempar bersama. Kalimat –kata tumpu +kata terbuka.
Sumbangan
teori nativisme:
1. Bebas dari keterbatasan dari metode
ilmiah untuk menjelajah sesuatu yang tak tampak, tak dapat diobservasi, berada
di bawah permukaan yang tersembunyi, struktur kebahasaan yang abstrak yang
dikembangkan anak.
2. Deskripsi bahasa anak sebagai sistem
yang sah, taat kaidah, dan konsisten. Bahasa anak pada tiap tahap itu
sistematik, artinya anak secara berkelanjutan membentuk hipotesis dasar dengan
masukan yang diterimanya dan menguji kebenarannya.Hipotesis tersebut terus
direvisi, dibentuk lagi, atau kadang dipertahankan.
3. Konstruksi sejumlah kekayaan
potensial dari tata bahasa universal.
b)
Teori Kognitifisme
Slobin
(1971) mengatakan bahwa dalam semua bahasa, belajar semantik bergantung pada
perkembangan kognitif.Urutan perkembangan itu ditentukan oleh kompleksitas
semantik daripada kompleksitas struktural.
Bloom
(1976), penjelasan perkembangan bahasa bergantung pada penjelasan kognitif yang
terselubung.Apa yang diketahui anak menentukan kode yang dipelajarinya untuk
memahami pesan dan menyampaikannya.
3.
Teori Konstruktivisme
Peneliti
bahasa melihat bahasa merupakan manifestasi kemampuan kognitif dan efektif
untuk dapat menjelajah dunia, untuk berhubungan dengan orang lain, dan untuk
keperluan diri sendiri sebagai manusia.
Kognisi
dan perkembangan bahasa. Pieget menggambarkan perkembangan sebagai hasil
interaksi anak dengan lingkungannya, dengan interaksi komplementer antara
perkembangan kognitif perseptual dengan pengalaman bahasa mereka.Penjelasan
tentang perkembangan bahasa anak tergantung pada penjelasan faktor kognitif
yang menjadi penyangga bahasa.Apa yang diketahui anak menentukan apa yang
mereka pelajari tentang kode bahasa.
Slobin
menyatakan bahwa semua bahasa belajar makna yang tergantung pada perkembangan
kognitif dan urutan perkembangannya lebih ditentukan oleh kompleksitas makna
itu daripada kompleksitas bentuknya. Interaksi sosial dan perkembangan bahasa
disekitar pebelajar akan berpengaruh dalam perkembangan kognitif karena
disesuaikan dengan jenjang uusia anak.
Bahasa
pada hakikatnya digunakan untuk komunikasi interaktif.Dalam perspektif ini,
jantung bahasa, fungsi pragmatik dan komunikatif dikaji. Seperti contohnya
seorang anak dapat memahami apa yang disampaikan oleh lawan bicara jika si anak
mengetahui dan dalam konteks social yang sama dengan pembicara maka masalah
yang disampaikan akan jelas diterima oleh sang anak.
E.
Faktor Pendukung Pembelajaran Bahasa
1)
Filter Afektif
Filter
afektif digunakan untuk menyaring segala sesuatu yang merupakan masukan dari
sekitar pembelajar. Yang termasuk filter afektif adalah motivasi pembelajar,
sikap pembelajar, dan keadaan emosi pembelajar.
Filter
afektif digunakan untuk menentukan:
a.
Model
bahasa sasaran yang dipilih pembelajar;
b. Bagian bahasa yang harus dikuasai
lebih dahulu;
c.
Kapan
upaya belajar harus mengalami masa tenang
d. Seberapa cepat pembelajar dapat
memperoleh bahasa.
Lingkungan
sosial mempengaruhi penyaringan,misalnya adanya tuntutan untuk menggunakan
bahasa asing dalam komunikasi sehari-hari menuntut siswa untuk belajar bahasa
asing tersebut.
Faktor Penentu Filter Afektif
a.
Percaya Diri
Keberhasilan
kognitif atau afektif ditentukan oleh derajat kepercayaan diri dan derajat
kesadaran akan kemampuan sendiri.
Ada
korelasi positif antara rasa percaya diri dengan kemampuan anak belajar
bahasa.semakin tinggi percaya diri anak, semakin tinggi pula kinerja belajar
bahasa.
b.
Hambatan (inhibisi)
Dalam
pembelajar bahasa, Guiora (1927) memperkenalkan ego bahasa, yakni hakikatnya
pembelajaran bahasa sangat personal dan egoistis.
Seorang
guru harus dapat menurunkan inhibisi secara bermoral supaya pembelajaran
berhasil dengan baik.Obat penawar dalam mengatasi ketakutan belajar bahasa
adalah menciptakan kerangka afektif yang layak sehingga pembelajar merasa
nyaman ketika menggunakan atau belajar bahasa tanpa rasa takut untuk menjadi
malu karena ditertawakan guru/teman.
Kesalahan
jangan ditertawakan apalagi dihujat.Siswa harus dirangsang untuk percaya diri
untuk dapat bereksperimen dan bereksplorasi serta berani mengambil risiko dalam
belajar bahasa. Semakin berani mengambil risiko dalam belajar bahasa akan
berdampak positif dalam pemerolehan pelajaran.
c.
Kecemasan
Konsep
yang berhubungan dengan inhibisi, rasa percaya diri, dan pengambilan resiko
adalah kecemasan dalam pembelajaran bahasa.kecemasan adalah perasaan tidak
nyaman, frustasi, ragu, dan khawatir.
Macam
kecemasan:
•
Kecemasan
paling dalam/global (kecemasan permanen).
•
Kecemasan
momentaris/situasional.
Tiga
komponen kecemasan belajar bahasa kedua:
1. Komunikasi dan pengertian, yang muncul
dari ketidakmampuan pembelajar untuk mengeskpresikan secara layak pemikiran/
gagasan yang matang.
2. Takut akan ekuivalensi sosial yang
negatif, muncul dari kebutuhan untuk membuat kesan sosial yang positif.
3. Tes kecemasan, atau pengertian akan
evaluasi akademik.
d. Motivasi
Motivasi
merupakan insentif, kebutuhan, atau keinginan yang dirasakan pembelajar bahasa
untuk belajar.
Jenis-jenis
motivasi:
·
Motivasi integratif
Motivasi
integratif adalah keinginan untuk berperan serta di dalam kehidupan masyarakat
yang menggunakan bahasa yang dipelajari pembelajar.
·
Motivasi instrumental
Motivasi
instrumental adalah keinginan untuk menggunakan bahasa karena alasan praktis,
misalnya pekerjaan.
·
Indentifikasi kelompok sosial
Pembelajar
ingin mengidentifikasi dirinya sebagai bagian anggota masyarakat.
2)
Organisator
Organisator
merupakan bagian dari pikiran pembelajar bahasa yang bekerja secara subsadar
untuk mengorganisasikan sistem bahasa.Organisator digunakan oleh pembelajar
untuk menghasilkan kalimat yang dipelajari melalui hafalan.Organisator adalah
faktor yang bertanggung jawab atas pengorganisasian sistem bahasa yang
dipelajari yang dikerjakan secara gradual.
3)
Monitor
Monitor
merupakan bagian sistem internal pembelajar yang secara sadar memproses
informasi. Monitor merupakan bagian sistem internal pembelajar yang bertanggung
jawab terhadap proses kebahasaan secara sadar (belajar(Krashen)).
Pembelajar
menggunakan pengetahuan kebahasaannya untuk memformulasikan, membetulkan, atau
menyunting secara sadar tuturannya sendiri.
Derajat
penggunaan monitor ditentukan oleh
1. Umur pembelajar (perkembangan
kognitifnya),
2. Jumlah pengajaran formal yang
diperoleh pembelajar.
3. Hakikat dan pumpunan yang diminta
oleh tugas verbal dilakukan
4. Kepribadian pembelajar
Seperti
contoh bagi pembelajaran anak SD kelas I yang kira-kira umur pembelajar ± 6
tahun dengan jumlah pengajaran yang sedikit. Maka proses pembelajaran diberikan
dengan metode yang ceria atau dengan metode yang santai dan menyenangkan agar
siswa selain dapat memahami materi yang diajarkan juga menyenangi materi yang
disampaikan oleh guru.
F.
Beda Pemerolehan dengan Pembelajaran
1)
Pemerolehan
a. Sebagian besar terjadi pada diri
anak-anak
b. Tidak direncanakan
c. Tidak ada metode
d. Alami /tidak dibuat-buat
e. Tidak ada target
f. Tidak ada kurikulum
Jadi
dapat disimpulkan bahwa pemerolehan diperoleh seorang anak diluar substansi
pendidikan. Karena diluar substansi pendidikan tidak ada perencanaan yang
matang, tidak ada metode yang khusu dalam memberikan materinya, proses yang
dilakukan dan apa yang diperoleh pun berjalan secara alami dan tidak
dibuat-buat.
Pemerolehan
dapat dialami oleh siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Seperti
misalkan pada perkembangan anak usia didi yaitu 1-2 tahun ketika si anak mulai
belajar berbicara ia akan belajar dari sekelilingnya tau dapat juga mendapat
dari orang tuanya untuk memanggil ibu walaupun sangat mungkin anak itu belum
mengerti apa itu ibu, pasti anak itu akan memanggil ibu kepada ibunya.
2) Pembelajaran
a. Terjadi pada orang dewasa
b. Direncanakan
c. Diciptakan metode tertentu
d. Direkayasa/dirancang
e. Dirancang kurikulumnya
f. Ada target yg akan dicapai
Pembelajaran
ini kebalikan dari pemerolehan, jika pemerolehan diperoleh diluar substansi
pendidikan maka pembelajaran diperoleh didalam substansi pendidikan.
Didalam substansi atau lembaga pendidikan semua materi dan apa yang akan
disampaikan oleh guru sudah direncanakan terlebih dahulu. Dalam pembelajaran
ini semua hal lebih terprogram dan tersruktur sesuai dengan jenjang pendidikan
yang disesuaikan dengan usia maka dibuatlah kurikulum yang sesuai dengan
perkembangan peserta didk, dalam penyampaiannya guru pun memiliki rancangan
atau sebuah rekayasa yang dapat dipergunakan untuk memperlancar proses
pembelajaran.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pembelajaran
bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pembelajar dalam Pembelajaran
berkomunikasi, baik lisan maupun tulis (Depdikbud, 1995). Hal ini relevan
dengan kurikulum 2004 bahwa kompetensi pembelajar bahasa diarahkan ke dalam
empat subaspek, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Terdapat
lima prinsip belajar, yaitu :
a. Prinsip 1.
Mengetahui apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan minat belajar bahasa
yaitu seorang guru harus menyelami dan mengetahui karakter setiap siswa dalam
satu kelas.
b. Prinsip 2. Keterpaduan keterampilan berbahasa
keterampilan disajikan secara terpadu seperti dalam kehidupan nyata.
c. Prinsip 3.
Belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Komunikasi ini diciptakan situasi
yang mendorong terjadinya komunikasi dan interaksi dengan kegiatan yang ada
kesenjangan informasinya (information gap).
d. Prinsip 4.
Pentingnya kebermaknaan dalam pengajaran.
e. Prinsip 5.
Belajar dengan melakukan atau praktek.
Komentar
Posting Komentar