"Biografi Dramawan dan Naskahnya"

1.      ARIE BATUBARA
Ari Batubara lahir di Panyabungan, Sumatera Utara, 23 Juni 1961; umur 52 tahu.) Dikenal sebagai pengamat teater Indonesia. Jika membuat ulasan pementasan sering membuat ’kuping merah’. Lahir di Panyabungan, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara 23 Juni 1961. Berlatar belakang pendidikan STM Negeri Jurusan Mesin di Medan, Sumatera Utara (lulus 1980). Tahun 1981 melanjutkan kuliah di Akademi Industri Logam Bandung namun tidak ia selesaikan. Kuliah kembali di Akademi Seni Tari Indonesia Jurusan Teater di Bandung (tamat 1982). Melanjutkan ke Sekolah Tinggi Seni Indonesia Jurusan Teater di Bandung (tamat 1995).
Beragam profesi pernah ia jalani, sebagian besar berhubungan dengan dunia pers, antara lain, tahun 1982-1986, menjadi pembantu lepas untuk beberapa surat kabar Jakarta di wilayah Bandung dan sekitarnya. Pada tahun 1986-1987, menjadi Wartawan Harian Prioritas (Jakarta). Tahun 1987-1989, menjadi editor tabloid Berita Wanita Nova, redaktur pelaksana/manager produksi Harian Sriwijaya Post (Palembang), Kepala Biro Jakarta persda (Jakarta), Koordinator Reportase Harian Mandala (Bandung). Tahun 1989-1990, menjadi redaktur Harian Pelita (Jakarta), Pada Tahun 1991-1992, menjadi redaktur Harian Media Indonesia (Jakarta).
Pada tahun 1994-1995, menjadi manager produksi Tabloid Olahraga Go (Jakarta). Tahun 1995-1996, menjadi Wakil Pimpinan Redaksi/Pemimpin perusahaan Harian Nusa Tenggara (Denpasar,Bali). Pada tahun 1996-1998, menjadi Manager Litbang Liputan 6 SCTV (Jakarta). Tahun 1998-1999, menjadi pemimpin perusahaan Tabloid Berita Politik Kronika (Jakarta). Pada tahun 1999-2000, menjadi Pemimpin Redaksi Majalah Bulanan Progress (Jakarta).
Ikut terlibat pada tim asistensi dirut TVRI dalam rangka pembenahan dan perubahan status TVRI dari perusahaan jawatan menjadi perusahaan perseroan (2001), Tahun 2003-2006, menjadi Anggota Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta, namun kemudian mengundurkan diri. Ditahun 2005-2008, menjadi Kepala Bagian Pemasaran Pusat Kesenian Jakarta-Taman Ismail Marzuki.
Karya tulisnya berupa esai, kritik, cerita pendek, novel serta puisi, tersebar di berbagai media massa di Jakarta, Bandung, Medan, Padang, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar sampai Lampung. Ia juga menjadi penulis bidang politik untuk buku 25 Tahun Pembangunan Jangka Panjang Tahap 1 terbitan Ikatan Alumni Lemhanas.
Beberapa penghargaan pernah ia raih antara lain, menjadi pemenang II Lomba Penulisan Hari Kebangkitan Nasional (1986), Piala Mitra dalam Festival Film Indonesia (1986), penulis kritik teater terbaik Festival Film Indonesia (1986), serta beberapa kali memenangkan lomba penulisan cerita pendek dan esai untuk tingkat nasional, serta menjadi juri pada Festival Teater Jakarta dan Festival Teater SLTA se-Jabotabek.

2.      TEGUH KARYA
Steve Liem Tjoan Hok (lebih dikenal dengan nama Teguh Karya; lahir di Pandeglang, Jawa Barat, 22 September 1937 – meninggal di Jakarta, 11 Desember 2001 pada umur 64 tahun) adalah seorang sutradara film legendaris Indonesia. Teguh Karya adalah pemimpin Teater Populer sejak berdirinya tahun 1968. Ia enam kali menjadi Sutradara Terbaik dalam Festival Film Indonesia . Film-filmnya melahirkan banyak aktor dan aktris terkemuka Indonesia seperti Slamet Rahardjo, Christine Hakim, dan Alex Komang.

3.      PUTU WIJAYA
I Gusti Ngurah Putu Wijaya (lahir di Puri Anom Tabanan, Tabanan, Bali, 11 April 1944; umur 70 tahun) adalah seorang sastrawan yang dikenal serba bisa. Ia penulis drama, cerpen, esai, novel dan juga skenario film dan sinetron.
Putu Wijaya adalah bungsu dari lima bersaudara seayah maupun dari tiga bersaudara seibu. Ia tinggal di kompleks perumahan besar, yang dihuni sekitar 200 orang, yang semua anggota keluarganya dekat dan jauh, dan punya kebiasaan membaca. Ayahnya, I Gusti Ngurah Raka, seorang pensiunan punggawa yang keras dalam mendidik anak dan ibunya bernama Mekel Ermawati. Semula, ayahnya mengharapkan Putu jadi dokter. Namun, Putu lemah dalam ilmu pasti. Ia akrab dengan sejarah, bahasa, dan ilmu bumi.
Putu menulis sejak SMP. Tulisan pertamanya sebuah cerita pendek berjudul "Etsa" dimuat di harian Suluh Indonesia, Bali. Pertama kali main drama ketika di SMA, memainkan drama sendiri dan menyutradarai dengan kelompok yang didirikannya sendiri di Yogyakarta. Ikut Bengkel Teater 1967-1969. Kemudian bergabung dengan Teater Kecil di Jakarta. Sempat main satu kali dalam pementasan Teater Populer. Selanjutnya dengan Teater Mandiri yang didirikan pada tahun 1971, dengan konsep "Bertolak dari Yang Ada.
Putu Wijaya sudah menulis kurang lebih 30 novel, 40 naskah drama, sekitar seribu cerpen, ratusan esei, artikel lepas, dan kritik drama. Ia juga telah menulis skenario film dan sinetron. Sebagai seorang dramawan, ia memimpin Teater Mandiri sejak 1971, dan telah mementaskan puluhan lakon di dalam maupun di luar negeri, beberapa diantaranya yaitu mementaskan naskah Gerr (Geez), dan Aum (Roar) di Madison, Connecticut dan di LaMaMa, New York City, dan pada tahun 1991 membawa Teater Mandiri dengan pertunjukkan Yel keliling Amerika. Puluhan penghargaan ia raih atas karya sastra dan skenario sinetron.
Cerita pendek karangannya kerap mengisi kolom pada Harian Kompas dan Sinar Harapan. Novel-novel karyanya sering muncul di majalah Kartini, Femina, dan Horison. Sebagai penulis skenario, ia telah dua kali meraih piala Citra di Festival Film Indonesia (FFI), untuk Perawan Desa (1980), dan Kembang Kertas (1985). Sebagai seorang penulis fiksi sudah banyak buku yang dihasilkannya. Di antaranya, yang banyak diperbincangkan adalah Bila Malam Bertambah Malam, Telegram, Pabrik, Keok, Tiba-Tiba Malam, Sobat, Nyali. Sejumlah karyanya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda, Inggris, Rusia, Perancis, Jepang, Arab dan Thai.

4.      ASRUL SANI
Asrul Sani (lahir di Rao, Sumatra Barat, 10 Juni 1926, meninggal di Jakarta, 11 Januari 2004) adalah seorang sastrawan dan sutradara film asal Indonesia. Menyelesaikan studi di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Indonesia (1955).
Pernah mengikuti seminar internasional mengenai kebudayaan di Universitas Harvard (1954), memperdalam pengetahuan tentang dramaturgi dan sinematografi di Universitas California Selatan, Los Angeles, Amerika Serikat (1956), kemudian membantu Sticusa di Amsterdam (1957-1958).
Bersama Chairil Anwar dan Rivai Apin, ia mendirikan “Gelanggang Seniman” (1946) dan secara bersama-sama pula menjadi redaktur “Gelanggang” dalam warta sepekan Siasat. Selain itu, Asrul pun pernah menjadi redaktur majalah Pujangga Baru, Gema Suasana (kemudian Gema), Gelanggang (1966-1967), dan terakhir sebagai pemimpin umum Citra Film (1981-1982).
Asrul pernah menjadi Direktur Akademi Teater Nasional Indonesia, Ketua Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi), anggota Badan Sensor Film, Ketua Dewan Kesenian Jakarta, anggota Dewan Film Indonesia, dan anggota Akademi Jakarta (seumur hidup).
Karyanya: Tiga Menguak Takdir (kumpulan sajak bersama Chairil Anwar dan Rivai Avin, 1950), Dari Suatu Masa dari Suatu Tempat (kumpulan cerpen, 1972), Mantera (kumpulan sajak, 1975), Mahkamah (drama, 1988), Jenderal Nagabonar (skenario film, 1988), dan Surat-Surat Kepercayaan (kumpulan esai, 1997). Buku mengenai Asrul: M.S. Hutagalung, Tanggapan Dunia Asrul Sani (1967) dan Ajip Rosidi dkk. (ed.), Asrul Sani 70 Tahun, Penghargaan dan Penghormatan (1997).
Di samping menulis sajak, cerpen, dan esai, Asrul juga dikenal sebagai penerjemah dan sutradara film. Terjemahannya: Laut Membisu (karya Vercors, 1949), Pangeran Muda (terjemahan bersama Siti Nuraini; karya Antoine de St-Exupery, 1952), Enam Pelajaran bagi Calon Aktor (karya Ricard Boleslavsky, 1960), Rumah Perawan (novel Yasunari Kawabata, 1977), Villa des Roses (novel Willem Elschot, 1977), Puteri Pulau (novel Maria Dermount, 1977), Kuil Kencana (novel Yukio Mishima, 1978), Pintu Tertutup (drama Jean Paul Sartre, 1979), Julius Caesar (drama William Shakespeare, 1979), Sang Anak (karya R. Tagore, 1979), Catatan dari Bawah Tanah (novel Fyodor Dostoyeski, 1979), Keindahan dan Kepiluan (novel Yasunari Kawabata, 1980), dan Inspektur Jenderal (drama Nicolai Gogol, 1986), yang disutradarainya: “Pagar Kawat Berduri” (1963), “Apa yang Kau Cari, Palupi” (1970), “Salah Asuhan” (1974), “Bulan di Atas Kuburan” (1976), “Kemelut Hidup” (1978), “Di Bawah Lindungan Kaabah” (1978), dan lain-lain. Tahun 2000 Asrul menerima penghargaan Bintang Mahaputra dari Pemerintah RI.

















Contoh Naskah Drama :
OPERASI
Karya : Putu Wijaya
ADEGAN 1
Sebuah ruang tunggu di tempat dokter praktek. Sepi. Lalu muncul Dokter beserta assisten-asistennya. Dokter dan assistant nya merapikan ruangan.
KAKEK :
Burung Kakak Tua    
Ada anak empat        
Nenek sudah tua       
Jalan pakai tongkat
NENEK:
Weleh. Weleh. Dasar kakek. (mementung kakek dengan tongkatnya). Awas loh. Kalau nenek jadi cantik. Gak lebih tua dari kakek. Nenek jamin. Banyak yang naksir sama nenek.
KAKEK: Ahhh.. nenek.. jangan begitu dong. Kakek kan Cuma bercanda.
NENEK:
Nenek akan buktikan sama kakek. Kalau nenek bisa cantik kalau hidung nenek yang lebar ini bisa menjadi kecil. Bibir nenek yang tebal dan lebar ini bisa jadi tipis dan cantik. Awas saja. Nenek akan buktikan sama kakek.
KAKEK:
Walah,. Bagus toh? Nanti kakek bakalan bangga punya istri yang cantik seperti nenek.
NENEK: Sudah. Jangan merayu nenek.
Nenek dan kakek pun berjalan memasuki klinik kecantikan. Dengan sapaan yang hangat dari suster yang berada di ruang depan bagian pendaftaran. Kakek pun berpura – pura menjadi lelaki yang tegap dan perkasa.
SUSTER: Selamat pagi. (tersenyum manis)
KAKEK:
Ada nanas,
ditusuk-tusuk ahli nujum.
Cuaca panas,
langsung adem karna kamu tersenyum.
NENEK :
(Menjewer kakek). Kakek genit nya keluar yaa? Bagus. Nanti kakek bisa lihat. Kalau nenek bisa lebih wokeh dari dia (menatap sinis suster).
KAKEK:
Maaf nenek. Kakek janji tidak ulangi.
Nenek tetap menjewer kakek, dan menggeret kakek untuk masuk ke dalam ruang dokter.
ASDOK:
Selamat pagi nek. Silahkan duduk. Mari sebelum nya kita tensi terlebih dahulu. Selagi menunggu dokter yang lagi bersiap – siap mengganti pakaian operasi nya.
Asdok melakukan pemeriksaan kepada nenek. Namun, itu lah kesempatan kakek untuk keluar menemui suster yang berada di luar ruang dokter.
KAKEK: Suster. Lagi apa?
SUSTER: Eh, ada kakek. Ini, saya lagi mencatat buku rekap kunjungan kek.
Kakek mendekati suster.
KAKEK:
Serius bener sih?  (mencari handphone di dalam kaos kaki. Dan menemui handphone nya).
Ada gulali,
ada klepon.
Bisa kali,
oper nomer telepon.
SUSTER:
Maaf kek. Nanti kalau kakek gombalin saya terus, kakek bisa di marahin nenek loh?
Nenek yang selesai di periksa kesehatan pun mencari kakek, yang semua duduk di samping nya. Kecurigaan nenek pun terjawab ketika kakek sedang duduk di samping suster dengan merayu – rayu suster klinik tersebut. Di samping itu, asdok dan dokter pun bersiap untuk merapikan ruangan operasi.
NENEK:
Bagus ya . kakek sebentar nenek tinggal, langsung berlari mengejar daun muda. Ayo. Pokok nya kakek harus temani nenek. Sebentar lagi nenek harus di operasi.
Kakek pun menemani nenek masuk ke dalam ruang operasi. Nenek di sediakan baju sebelum operasi yang harus di kenakan. Kakek pun menunggu nenek di ruangan dokter sambil membaca majalah yang terdapat di meja dokter.  Selang beberapa jam, operasi nenek pun berhasil. Dokter keluar dengan lega. Member kabar kepada kakek.
DOKTER:
Nenek nya sudah menjadi cantik. Seperti yang kakek harapkan.
(memberi senyum lega, dan menuliskan sebuah resep salep yang harus digunakan nenek untuk menghilangkan bekas dari operasi.)
Ini. Resep yang harus kakek tebus. Kakek bisa cari di apotek – apotek terdekat rumah kakek.
KAKEK: Lantas? Istri saya kapan keluar nya dok?
DOKTER: (memanggil ASDOK)
ASDOK: (membawa nenek keluar)
KAKEK:
JATUH BERDERAI DIATAS PETI
TUMBUHNYA PULA DIBATAS KOTA
SUDAH CANTIK MENAWAN HATI
SIAPA MEMANDANG JATUH CINTA
(menggapai tangan nenek)
Ayo nek, kita pulang. Kakek merasa walaupun kita sudah tua, kita seperti daun muda kembali.
NENEK:
Nanti dulu kek, nenek mau berterima kasih sama dokter nya.
Terima kasih dokter. Nanti kapan – kapan saya ajak cucung cicit saya untuk mempercantik diri nya ke klinik tempat dokter praktek sekarang.
Dokter dan asok pun tersenyum. Tak lama kakek keluar, muncul sepasang kekasih yang sama – sama ingin membuat wajah mereka menjadi fenomenal.
SUSTER:
Selamat datang. Silahkan isi biodata terlebih dahulu. (menatap sepasang kekasih) kalian berdua saudara kandung? Kalau saudara isi biodata sekalian aja jadi satu. Biar masuk bersama.
LELAKI::
Oh, bukan sus. Kami hanya sepasang kekasih hati (menggandeng kekasih nya). Tapi di sini saya ingin membuang tahi lalat yang mengganggu hidung saya untuk bernafas. Sedangkan pacar saya ingin membuang tompel yang besar sekali di pipi nya ini dok. Apakah kami bisa langsung menemui dokter di dalam secara bersamaan?
SUSTER:
Oh, tidak bisa. Salah satu di antara kalian harus menunggu terlebih dahulu di ruang tunggu.
PEREMPUAN:
Ya sudah, saya saja kak yang menunggu. Kakak silahkan masuk terlebih dahulu.
Lelaki itu pun masuk menemui dokter praktek. Ternyata di dalam, dokter dan assistant nya pun telah siap untuk mengoperasi. Dengan melihat data yang di beri oleh suster terlebih dahulu.
ASDOK:
Silahkan pasien selanjut nya. masuk ke dalam ruang operasi.
Tak lama, pasien pun merasa lega dengan hasil operasi nya. tahi lalat nya yang besar pun dapat hilang.
LAKI – LAKI:
Sayang, aak sudah ganteng nih. Sudah mirip sama idola dedek. Justin beber.  Nah, sekarang gentian dedek masuk ke ruang operasi. Aak tunggu sambil baca Koran di ruang tunggu. Siapa tahu nanti dedek jadi cantik seperti suminah tetangga aak yang jual jamu gendong keliling yang buahenol itu.
PEREMPUAN:
Aaaahhh.. aak nih. Dedek masuk dulu ya. Perempuan itu pun masuk, seperti biasa dokter pun telah siap di dalam ruang operasi nya.
Setelah perempuan itu di operasi, perempuan pun mendapatkan dua resep salep dari dokter.  Satu untuk kekasih nya dan satu untuk diri nya. setelah selesai mereka berdua pun keluar dari klinik. Tak lama, seorang ibu – ibu berlari menggandeng memaksa anak nya untuk mengoperasi wajah anak nya.  dan menabrak sepasang kekasih yang hendak keluar dari klinik tersebut.
LELAKI: Eh, maaf bu. Ibu punya mata ?
IBU: (menyerobot masuk) maaf saya ingin bertemu dokter.
PEREMPUAN:
Maaf bu, ibu sudah meninjak kaki saya. Saya merasa kesakitan. Ibu harus tanggung jawab.
ANAK: Sudah bu. Eci tidak mau di operasi. Kita pulang saja.
IBU: Maaf mba, mas. Anak saya sedang butuh dokter.    
LELAKI: (menarik sorban anak) Astaga. Kenapa dengan anak ibu?
IBU:
Aduh.saya sudah katakan. Saya sangat butuh dokter. Dan anak saya bahkan menjadi malu. Lihat. Dia hanya bisa tertunduk. Kalian anak muda yang tidak punya hati.
Mendengar kericuhan dari luar, suster pun keluar.
SUSTER: Maaf, ada apa ya?
IBU :
Dimana dokter nya? saya butuh dia.
Ibu dan anak pun digiring masuk oleh suster. Sedangkan sepasang kekasih itu pergi meninggalkan ibu – ibu itu menuju ke apotik untuk menebus resep dari dokter.
DOKTER: Ya, ada apa bu?
IBU:
Ini. Dokter lihat sendiri. Kira – kira dokter bisa jamin tidak kalau bulu – bulu yang lebat di pipi nya dapat hilang dengan cepat? Anak saya sudah malu melihat wajah nya semakin menyerupai kera.
DOKTER:
Ya, sebelum nya sudah pernah ada kejadian seperti ini. Baiklah untuk mempersingkat waktu. Silahkan ibu menyuruh anak nya berganti pakaian operasi.
ANAK: Bu, takut..
DOKTER:
Tidak apa – apa. Tidak sakit kok. Nanti di kasih ice cream di dalam.
Tak lama, satu jam berlalu. Cukup lama untuk membersihkan bulu – bulu pada wajah anak nya.l ibu semakin gelisah menunggu di ruangan dokter. Berkeliling – keliling. Berjalan gusar menanti perubahan pada wajah anaknya. Setelah anak nya keluar betapa terkejut nya ibu itu. Dokter pun keluar memberi jawaban mengenai operasi pada anak nya tersebut.
IBU: Bagaimana dok?
DOKTER:
Anak ibu sudah menjadi seperti anak – anak pada seusia nya. anak ibu tidak akan malu lagi untuk bermain bersama teman – teman nya. namun, ada bekas sedikit yang menyebabkan luka pada wajah anak ibu. Nanti saya tuliskan resep obat nya. (memanggil asdok) tolong ajak keluar pasien nya.
Ibu:
Anak ku. Sudah cantik sekarang. Ayo nak. Kita pulang. Terima kasih dok.
Ibu pun keluar. Dokter, asdok, dan suster pun bersiap – siap untuk beristirahat makan siang.  Dokter, suster, dan asdok nya pun keluar untuk mencari makan. lampu berubah hitam. Ketika dokter keluar.
ADEGAN 2
Tak lama masuk seorang wanita ke dalam klinik tersebut. Melihat keadaan sepi, ia lalu masuk ke ruang praktek dokter. Terlihat berbagai alat atau hiasan yang sesuai dengan sebuah ruang dokter. Ruang itu sepi. Tidak ada apa-apa kecuali orang itu. Lalu orang itu beranjak. Ia mengamati benda-benda di ruangan itu. Ketika tengah keasyikan mengamati, dokter masuk.
DOKTER:
Selamat sore!
PASIEN: (terkejut) oh, maaf selamat sore!
DOKTER: Ada yang bisa saya Bantu?
PASIEN: Anda dokter yang praktek di sini?
DOKTER: Benar!
PASIEN: Syukurlah! Saya sudah lama menunggu anda!
DOKTER: O, (tersenyum maklum) silahkan duduk!
PASIEN: Terima kasih (bergegas duduk)
DOKTER: Nama anda siapa?
PASIEN: Nama? Oh, nama saya (menyebut nama)
DOKTER: Hmm. Apa keluhan anda?
PASIEN: O, saya sedang butuh seorang dokter
DOKTER: Tentu saja, anda sudah datang kemari
PASIEN: Tetapiu saya tidak sedang menderita penyakit dokter!
DOKTER: Lantas?
PASIEN: Saya kemari juga tidak minta untuk diobati dok!
DOKTER: Ya, ya! Tapi coba ceritakan apa keluhan anda sebenarnya?
PASIEN:
O, begini dokter, Muka saya ini terlalu umum dokter! Sama sekali tidak ada ciri yang khas dan istimewa. Coba amati muka saya… muka saya ini sama saja dengan berjuta-juta orang Indonesia lainnya. Mata saya tidak sipit seperti orang Jepang juga tidak lebar seperti orang Bule. Hidung saya ini dok, tidak mancung juga tidak dapat dikatakan pesek. Ah, kalau nama saya ini saya ganti yang aksi misalnay (menyebut satu atau dua nama) juga tidak membuat saya berbeda dokter. Itulah yang membuat saya merasa hambar dan seperti berjalan di jalan datar yang panjang dan membosankan. Pantas saja kalau saya melamar jadi bintang film,tidak ada yang mau menerima.
DOKTER: O, jadi anda mau jadi bintang film?
PASIEN: Begitulah
DOKTER:
Jadi anda datang kemari mau dioperasi supaya bisa diterima jadi bintang film?
PASIEN: (mengangguk)
DOKTER: Itu mudah, sebentar.
PASIEN: E…kenapa anda memandang seperti itu. Ada yang salah pada diri saya?
DOKTER: (tersenyum)
jangan khawatir itu salah satu cara saya untuk mencari rumus dan kunci pada wajah anda. Sehingga nantinya saya mudah untuk melakukan operasi
PASIEN: oh.
DOKTER: Ya. Saya sudah menemukannya. Anda mau dibuat cantik seperti siapa?
PASIEN: (terperanjat) apa dokter bilang? Cantik? Jangan dokter, jangan bikin saya cantik?
DOKTER: Lantas?
PASIEN:
Kedatangan saya kemari adalah ingin menjadi orang yang berwajah jelek, bahkan terjelek di seluruh muka bumi ini!
DOKTER: (tertawa) anda bercanda!
PASIEN:
Saya tidak bercanda dan ini bukan lelucon. Ini serius dok! Saya benar-benar ingin menjadi orang yang paling jelek, jelek, dan jelek sekali. Kalau bisa lebih jelek dari si (menyebut satu atau dua nama) sudahlah siapa saja pokoknya            jelek.
DOKTER; Jadi anda benar-benar serius?
PASIEN:
Ya. Buat wajah saya sejelek mungkin. Pesekkan hidung saya atau rusak mulut saya, ubah mata saya atau terserah dokter. Dokter kan tahu sendiri! Yang penting saya bisa komersil!
DOKTER; (tampak kebingungan)
PASIEN: Dokter kok kelihatannya bingung
DOKTER:
Tentu saja saya bingung sebab selama ini belum ada yasng datang kemari yang minta supaya mukanya dirusak. Rata-rata mereka minta supaya dibuat ganteng atau cantik. Lihat saja surat-surat pujian dan piagam penghargaan itu, atau lihat foto-foto itu, itu adalah hasil kerja saya dan rata-rata mereka puas.
PASIEN:
Tapi apa susahnya merusak? Merusak itu lebih mudah daripada membuat ganteng atau cantik!
DOKTER: Saya tahu,tapi…
PASIEN: Tapi apa dokter?
DOKTER:
Saya tidak bisa menjamin nanti setelah operasi dan wajah anda rusak, anda bisa komersil!
PASIEN:
Dokter tidak usah ragu-ragu, saya yakin, nanti kalau rusak pasti komersil!
DOKTER:
Saya jadi berfikir sekarang apa perkembangan jaman sekarang sudah begitu majunya sehingga yang saya pelajari sudah terlambat dan tidak bisa mengikutinya. Seingat saya, saya tidak pernah diajari ilmu rusak-merusak seperti yang diminta sekarang!
PASIEN:
Jangan takut dokter. Bukankah ini yang peretama kalinya. Dokter pasti akan tambah terkenal dan saya juga ikut terkenal nantinya
DOKTER: (berfikir keras)
PASIEN:
Ayolah dokter. Tidak usah banyak fikir, sebaiknya cepat saja kita lakukan operasi
DOKTER: Tidak bisa.
PASIEN:
Oh. Bagaimana kalau ongkosnya saya bayar dua kali lipat?
DOKTER:  (tidak menjawab)
PASIEN: Saya naikkan tiga kali lipat
DOKTER: Ini bukan soal uang.
PASIEN:
Ah, atau saya buat surat pernyataan di kertas segel bahwa saya tidak menuntut dokter kalau wajah saya di rusak bahkan tidak komersil sekalipun !
DOKTER: (dokter memanggil asistennya dan berunding)
SUSTER:
Tidak apa-apa dokter. Sebagai seseorang yang professional saya berpendapat, bagaimana kalau permintaan pasien itu kita penuhi saja. Soalnya ini menyangkut orientasi keuntungan dan prestasi institusi kita. Kalau ini bergasil, kita akan dibicarakan banyak kalangan, media massa akan meliiput kita, akan banyak seminar-seminar yang membicarakan prestasi kita.
ASDOK:
Betul dokter. Kita layani saja masalahnya sebagai dokter kita tidak boleh mengecewakan pasien. Apalagi dia mau bayar lebih tanpa menuntut lagi. Ini peluang dokter. Peluang besar.
DOKTER:
Bukan itu masalahnya. Tetapi hal itu bertentangan dengan jabatan dan sumpah saya sebagai dokter.
SUSTER:
Idealis itu perlu, tapi ini jaman krisis dokter, krisis. Orang sudah tidak malu lagi jika berbuat sesuatu yang tidak sesuai dengan keahlian dan jabatan sekalipun. Konstitusi Negara saja sudah diabaikan orang apalagi Cuma sumpah jabatan sebagai seorang dokter.
DOKTER:
Tapi dokter itu menyembuhkan orang sakit. Tidak membuat orang menjadi sakit.
PASIEN:
Tapi saya merasa sakit jika wajah saya tidak dirusak dokter.
DOKTER:
Itu jelas-jelas tidak sakit tapi mencari penyakit.
SUSTER: Dokter!
DOKTER:
Kalian masuk saja dulu, akan aku panggil lagi jika kubutuhkan. Ini akan saya selesaikan sendiri.
ASDOK: (sambil berjalan kaki)
peluang. Ingat dokter. Peluang.
PASIEN: Bagaimana dokter?
DOKTER: Tetap tidak bisa saudara.
PASIEN:
Baik. Permintaan akan saya perbaiki. Bagaimana kalau mata saya yang kiri ini diperkecil sedikit, Karena kalau berjalan sering kemasukan debu atu angina.
DOKTER: Mata anda normal-normal saja.
PASIEN: Kalau begitu cabut semua gigi saya sampai ompong
DOKTER: Tidak bisa!
PASIEN:
Oke, buat lubang hidung saya menjadi tiga agar saya bisa bernapas dengan lega, karena sering pilek dan tersumbat!
DOKTER:
Tidak bisa. Pokoknya tidak bisa. Saya ini memperbaiki yang rusak bukan merusak yang tidak rusak.
PASIEN: Jadi dokter hanya mau memperbaiki wajah orang yang rusak?
DOKTER: Betul!
PASIEN; bukan merusak wajak yang tidak rusak?
DOKTER: Tepat!
PASIEN: Jadi seandainya muka saya rusak, dokter mau memperbaikinya?
DOKTER: Tentu!
PASIEN: Dokter berjanji?
DOKTER: Baik!
PASIEN:
Oke. Kalau begitu saya pulang sekarang. Akan saya robek-robek muka saya dengan silet hingga muka saya benar-benar rusak. Setelah itu saya akan kemari lagi dan dokter harus mau mengoperasinya sesuai dengan janji dokter tadi. Baik saya pulang dulu. Selamat sore. (bergegas keluar)
DOKTER; Hei Mbak! Tunggu dulu!
PASIEN: Apalagi dokter?
DOKTER: Cuma kasih saran!
PASIEN:
Saya tahu dokter! Pasti anda menyarankan untuk pergi ke dokter jiwa. Apahal sebenarnya merekalah yang menyuruh saya agar datang kemari.
DOKTER:
Bukan. Begini, kalau anda ingin membelli silet, belilah di depan took sana, karena disitu menyediakan silet yang baru, asli buatan luar negeri. Impor (tersenyum)
PASIEN: (pasien bergegas pergi meninggalkan dokter dengan pikiran aneh)
DOKTER: (memandang pasien sampai ia benar-benar keluar) ( menghela napas)
Hah..ada ada saja. Hari yang benar-benar sibuk. Pulang dulu ah!
SETELAH BERKEMAS, IA BICARA DARI LUAR KEPADA ASISTENNYA YANG ADA DI DALAM
Hei, aku pulang dulu, nanti kalau pulang, jangan lupa matikan lampunya! (EXIT)
BERSAMAAN DENGAN ITU LAMPU MATI DAN MUSIK PENUTUP MULAI BERBUNYI.














Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH ARTIKEL ILMIAH

Analisis Cerpen "Anak Kebanggaan"

Analisis Novel "Hapalan Shalat Delisa"