Analisis Cerpen "Anak Kebanggaan"

Analisis Cerpen "Anak Kebanggan”

Unsur Intrinsik
 Tema : Harapan orang tua kepada anak
Alur : Maju
Sudut Pandang : Orang pertama pelaku sampingan ·
Ompi terduduk di kursi. Matanya cemerlang memandang. Tangannya diulurkannya kepadaku meminta telegram itu. Aku merasa ngeri memberikannya. Tapi aku tak bisa berbuat lain. Telegram itu kusodorkan ke tangannya. Telegram itu digenggamnya erat. Lalu didekapkan ke dadanya. "Datang juga apa yang kunantikan," katanya.
a. Latar Tempat
1.      Di teras rumah Ompi · Kulihat Pak Pos memasuki halaman rumah Ompi. Tergesa-gesa aku menyongsong Pak Pos itu ke ambang pintu
 2.      Di kamar Ompi · Dan ia telentang di ranjangnya, enggan bergerak. · Ia kini menanti dengan telentang di ranjangnya. Sebuah kaca disuruhnya supaya di pasang pada dinding yang dapat memberi pantulan ke ambang pintu depan.
 Latar Waktu
 1.      Siang hari · Kulihat Pak Pos memasuki halaman rumah Ompi. Hari waktu itu jam sebelas siang. Latar Suasana
1.      Menyenangkan ·
 Ketika Ompi membaca surat anaknya yang memberitakan kemajuannya itu, air mata Ompi berlinang kegembiraan. · “Tak usah dibacakan. Takkan sanggup aku mendengarnya. Aku akan mati lemas oleh kebahagiaan yang datang bergulung ini…” · Dan telegram itu dibawa ke bibirnya. Diciumnya dengan mesra. Lama diciumnya seraya matanya memincing.
 2.      Menyedihkan · Aku sobek sampul yang kuning muda itu dengan tangan yang menggigil. Sekilas saja tahulah aku, bahwa saat yang paling kritis sudah sampai di puncaknya. Indra Budiman dikabarkan sudah meninggal. · Kehadiran dokter itu menimbulkan risau hatinya karena ingat pada Indra Budiman yang bakal
jadi dokter, tapi tak pernah lagi mengiriminya surat.
3.      Mengharukan / mengenaskan · Semenjak itu segalanya jadi tak baik. Ia jatuh sakit, bahkan sampai mengigau. Dan oleh seleranya yang patah, Ompi bertambah menderita juga. Lahir dan batin. · Namun kemalangan itu bertambah lagi. Yaitu ketika Ompi jatuh terduduk. Lama orang baru tahu dan memapahnya ke ranjangnya di kamar. Ompi jadi lumpuh dan habislah sejarah Ompi menanti di ambang pintu setiap sore.
 4.      Mengesankan / menakjubkan · Gemetar kaki Ompi mendukung tubuhnya yang kisut. Tangannya berpegang pada sandaran kursi. Dan aku kehilangan kepercayaan pada pandangan mataku sendiri. Kekuatan apakah yang menyebabkan Ompi bisa berdiri dan bahkan berjalan itu. Aku tak tahu.
5.      Menegangkan · Dan pada telegram itu pastilah bertengger saat- saat kritis sekali. Tergesa- gesa aku menyongsong Pak Pos itu ke ambang pintu. Maksudku hendak membuka telegram itu untuk mengetahui isinya lebih dulu. · Aku sobek sampul yang kuning muda itu dengan tangan yang menggigil. Sekilas saja tahulah aku, bahwa saat yang paling kritis sudah sampai di puncaknya. Indra Budiman dikabarkan sudah meninggal.
Tokoh
1.      Ompi
2.      Indra Budiman
3.      Aku
Perwatakan
1.      Ompi
 a.       Penyayang ·         “Aku bangga, Anakku. Baik engkau jadi dokter. Karena orang lebih banyak memerlukanmu. Dengan begitu kau disegani orang. Oooo, perkara uang? Mengapa tiga ribu, lima ribu akan ku kirim, Anakku. Mengapa tidak?” · Tapi karena sayang sama anak, ia terima juga nama itu, asal di tambah dibelakangnya dengan Indra Budiman.
 b.      Sombong · “Ah, aku merasa lebih berduka cita lagi, karena belum sanggup menghindarkan
kemalangan ini. Cpba kalau anakku, Indra Budiman, sudah jadi dokter, si mati ini akan pasti dapat tertolong,” katanya bila ada orang meninggal setelah lama menderita sakit. · Dan kalau Ompi melihat ada orang membuat rumah, lalu ia berkata, “Ah, sayang. Rumah-rumah orang kita masih kuno arsitekturnya. Coba kalau anakku, Indra Budiman, sudah menjadi
insinyur, pastilah ia akan membantu mereka membuat rumah yang lebih indah.”
c.       Suka berbohong · Kepada Indra Budiman tak dikatakannya kemarahannya itu. Malah sebaliknya. Dikatakannya, banyak sudah orang yang punya gadis cantik datang meminang. Tapi semua telah ditolak. · Untuk membuktikan kebenaran suratnya, Ompi mengirimkan foto gadis yang kebetulan ada
padanya. Tidak peduli ia, apa foto itu gambar dari gadis yang sudah kawin atau bertunangan. Bahkan juga tidak peduli ia apa gadis itu sudah meninggal.
d.      Suka bermimpi · Pada suatu hari yang gilang gemilang, angan- angannya pasti menjadi kenyataan. Dia yakin itu, bahwa Indra Budimannya akan mendapat nama tambahan dokter di muka namanya sekarang.
2.      Indra Budiman
a.       Suka berbohong · Tak teringat olehnya, bahwa bohongnya kepada ayahnya selama ini sudah diketahui oleh orang kampungnya.
3.      Aku
a.       Baik hati · Semenjak itu, berganti-ganti orang aku menyediakan diriku selalu di dekat Ompi. · Itulah sebabnya tak kusampaikan kepadanya bahwa hari perkawinan ku sudah berlangsung. Karena aku takut berita itu akan menambah dalam penderitaannya.
 Konflik
1.      Batin · Tetapi alangkah remuknya hati orang tua itu, karena ternyata pengantar surat itu cuma mengantarkan semua surat- suratnya yang dikembalikan. · Kini dalam hidupnya hanya satu hal yang dinantikannya. Yaitu surat. Surat dari Indra Budimannya. · Kehadiran dokter itu menimbulkan risau hatinya karena ingat pada Indra Budiman yang bakal jadi dokter, tapi tak pernah lagi mengiriminya surat.
 2.      Fisik · Yaitu ketika Ompi jatuh terduduk. Lama orang baru tahu dan memapahnya ke ranjangnya di kamar. Ompi jadi lumpuh dan habislah sejarah Ompi menanti di ambang pintu setiap sore.
 Amanat :
 1. Janganlah menjadi orang yang sombong.
 2. Jangan menjadi orang yang suka berbohong.
3. Jadilah orang yang baik dan suka menolong.
 4.      Jangan suka membuat orang tua kita khawatir.
5. Jadilah orang yang bisa membuat bangga orang tua.
6. Jangan menggunakan sesuatu yang baik untuk melakukan hal- hal yang tidak baik.
7.      Berbaktilah kepada orang tua.
8. Jangan mensia-siakan pengorbanan orang tua untuk hal yang tidak baik.
 9. Gapailah cita-citamu setinggi langit.
 10. Belajarlah dengan giat untuk mencapai cita-cita.
 Nilai Sastra
1.      Budaya · Karena di kampung kami pihak perempuanlah yang datang meminang.
 2.      Pendidikan · Semenjak Indra Budiman berangkat ke Jakarta, Ompi bertambah yakin, bahwa setahun demi setahun segala cita- citanya pasti tercapai. Dan benarlah. Ternyata setiap semester Indra Budiman mengirim rapor sekolahnya dengan angka- angka yang baik sekali. Dan setiap tahun ia naik kelas. Hanya dalam tempo dua tahun, Indra Budiman menamatkan pelajarannya di SMA seraya mengantungi ijazah yang berangka baik.

3.      Moral · Tapi Ompi tak mau mengerti. Sikap keangkuhannya mudah tersinggung. Dan bencinya bukan kepalang kepada orang-orang tua yang mempunyai anak gadis cantik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH ARTIKEL ILMIAH

Analisis Novel "Hapalan Shalat Delisa"