MAKALAH PUISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan dan seni kreatif yang
obyeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai
mediumnya. Sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam segi
kehidupannya maka ia tidak saja merupakan suatu media untuk menyampaikan ide,
teori, atau sistem berpikir, tetapi juga merupakan media untuk menampung ide,
teori, atau sistem berfikir manusia. Sebagai karya kreatif, sastra harus mampu
melahirkan suatu kreasi yang indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan
manusia. Disamping itu, sastra harus pula mampu menjadi wadah penyampaian
ide-ide yang dipikirkan dan dirasakan oleh sastrawan tentang kehidupan umat
manusia (M. Atar Semi, 1993 : 8).
Karya
sastra secara umum bisa dibedakan menjadi tiga: puisi, prosa, dan drama. Beberapa ahli yang
merumuskan pengertian puisi menggunakan berbagai pendekatan. Slamet Mulyana
(1956) memberi batasan puisi dengan menggunakan pendekatan psikolinguistik,
karena puisi merupakan karya seni yang tidak saja berhubungan dengan masalah
bahasa tetapi juga berhubungan dengan masalah jiwa. Dengan pendekatan itu
Slamet Mulyana menyimpulkan bahwa puisi adalah sintesis dari pelbagai peristiwa
bahasa yang telah tersaring semurni-murninya dan pelbagai proses jiwa yang
mencari hakikat pengalamannya, tersusun dengan sistem korespondensi dalam salah
satu bentuk (M. Atar Semi, 1993 :
93).
B. RUMUSAN
MASALAH
a.
Apa pengertian puisi ?
b.
Apa saja ragam puisi ?
c.
Apa saja bangun struktur puisi ?
d.
Bagaimana teknik pembuatan puisi ?
e.
Bagaimana teknik pembacaan puisi ?
C. TUJUAN
a.
Untuk
mengetahui pengertian puisi.
b.
Untuk mengetahui ragam puisi.
c.
Untuk mengetahui bangun struktur
puisi.
d.
Untuk mengetahui teknik pembuatan
puisi.
e.
Untuk mengetahui teknik pembacaan
puisi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PUISI
Secara etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani
berasal dari poesis yang artinya berati penciptaan. Dalam bahasa Inggris,
padanan kata puisi ini adalah poetry yang erat dengan –poet dan -poem. Mengenai
kata poet, Coulter (dalam Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal
dari Yunani yang berarti membuat atau mencipta. Dalam bahasa Yunani sendiri,
kata poet berarti orang yang menciptakan melalui imajinasinya,
orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa.
Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus
merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang
tersembunyi.
Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:6) mengumpulkan
definisi puisi yang pada umumnya dikemukakan oleh para penyair romantik Inggris
sebagai berikut.
a.
Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah
kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang
setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris,
antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat berhubungannya, dan sebagainya.
b.
Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran
yang bersifat musikal. Penyair menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi
yang merdu seperti musik dalam puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga
yang menonjol adalah rangkaian bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan
mempergunakan orkestra bunyi.
c.
Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah
pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau
diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan
pernyataan perasaan yang bercampur-baur.
d.
Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu
merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional
serta berirama. Misalnya, dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara
artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan kata-katanya tepat, dan
sebagainya), dan bahasanya penuh perasaan, serta berirama seperti musik
(pergantian bunyi kata-katanya berturu-turut secara teratur).
e.
Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman
detik-detik yang paling indah dalam hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa
yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan,
kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang
yang sangat dicintai. Semuanya merupakan detik-detik yang paling indah untuk
direkam.
Dari definisi-definisi di atas memang seolah-olah
terdapat perbedaan pemikiran, namun tetap terdapat benang merah. Shahnon Ahmad
(dalam Pradopo, 1993:7) menyimpulkan bahwa pengertian puisi di atas terdapat
garis-garis besar tentang puisi itu sebenarnya. Unsur-unsur itu berupa emosi,
imajinas, pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata
kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur-baur.
B. RAGAM PUISI
a. Berdasarkan Zaman
Ditinjau dari segi periodisasi kelahiran puisi kita mengenal adanya istilah
puisi lama dan puisi baru atau sering pula dibedakan atas puisi tradisional dan
puisi modern.
a. Puisi Lama
Puisi lama adalah puisi yang lahir sebelum masa penjajahan
Belanda, sehingga belum tampak adanya pengaruh dari kebudayaan barat. Sifat
masyarakat lama yang statis dan objektif, melahirkan bentuk puisi yang statis
pula, yaitu sangat terikat pada aturan tertentu.. Aturan-
aturan itu antara lain : (a) Jumlah kata dalam 1 baris, (b) Jumlah baris dalam 1 bait, (c) Persajakan
(rima), (d) Banyak
suku kata tiap baris, dan (e) Irama.
Ciri-ciri puisi lama diantaranya: (a) Merupakan
puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya, (b) Disampaikan
lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan, dan (c) Sangat
terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata
maupun rima.
Jenis-jenis
Puisi lama yakni: (a) Mantra adalah
ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib, (b) Pantun adalah
puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri
dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai
isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi,
agama/nasihat, teka-teki, jenaka, (c) Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek, (d) Seloka adalah
pantun berkait, (e) Gurindam adalah
puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat, (f) Syair adalah
puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a,
berisi nasihat atau cerita, dan (g) Talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8,
ataupun 10 baris.
b. Puisi Baru
Puisi baru bentuknya lebih bebas
daripada puisi lama, baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima. Jenis-jenis Puisi baru menurut isinya, dibedakan atas:
a.
Balada adalah
puisi berisi kisah/cerita.
b.
Himne adalah
puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan.
c.
Ode adalah puisi sanjungan untuk orang
yang berjasa.
d.
Epigram adalah
puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup.
e.
Romance adalah
puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih.
f.
Elegi adalah
puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan.
g.
Satire adalah
puisi yang berisi sindiran/kritik.
b. Berdasarkan Sudut
Pandang Penulis
Ada
bermacam-macam jenis puisi yang ditulis para penyair Indonesia. Karya sastra
tidak bersifat otonom. Dalam memahami makna karya sastra, kita mengacu pada
beberapa hal yang erat hubungannya dengan puisi tersebut. Dalam pemahaman
puisi, hal yang dipandang erat hubungannya adalah jenis puisi itu sendiri dan
sudut pandang penyair. Sebenarnya ada banyak sekali macam-macam puisi, dan
bagaimana penyair dalam menyampaikan inspirasinya, serta bagaimana menafsirkan
makna puisi dengan mudah. Sehingga mudah mengklasifikasikan, termasuk jenis
puisi apakah yang kita ciptakan.
W.H
Hudson menyatakan adanya puisi sebyektif dan puisi obyektif (1959:96). Cleanth
Brooks menyebut adanya puisi naratif dan puisi deskriptif (1979:335-356). David
Daiches menyebut adanya puisi fisik, platonic, dan metafisik (1948:145). X.J.
Kennedy menyebut adanya puisi konkret dan balada (1071:116-226). Dalam kumpulan
puisi Rendra, kita mengenal judul-judul: balada, romansa, stanza, serenada, dan
sebagainya. Ada juga parable atau alegori. Sedangkan istilah ode, himne, puisi
kamar, dan puisi auditorium juga sering kita jumpai.
a.
Puisi Naratif, Lirik, dan Deskriptif
Klasifikasi
puisi ini berdasarkan cara penyair mengungkapkan isi atau gagasan yang hendak
disampaikan.
-
Puisi Narataif
Puisi
naratif mengungkapkan cerita atau penjelasan penyair. Ada puisi naratif yang
sederhana, ada yang sugestif, dan ada yang kompleks. Puisi-puisi naratif,
misalnya: epik, romansa, balada, dan syair.
-
Puisi Lirik
Dalam puisi lirik penyair
mengungkapkan aku lirik atau gagasan pribadinya. Ia tidak bercerita. Jenis
puisi lirik misalnya: elegi, ode, dan serenada.
-
Puisi Deskriptif
Di depan
telah dinyatakan bahwa dalam puisi deskriptif, penyair bertindak sebagai
pemberi kesan terhadap keadaan / peristiwa, benda, atau suasana dipandang
menarik perhatian penyair. Jenis puisi yang dapat diklasifikasikan dalam puisi
deskriptif, misalnya puisi satire, kritik sosial, dan puisi-puisi
impresionitik.
b.
Puisi Kamar dan Puisi Auditorium
Istilah
puisi kamar dan puisi auditorium juga kita jumpai dalam buku kumpulan puisi
‘Hukla’ karya Leon Agusta. Puisi-puisi auditorium disebut juga puisi Hukla
(puisi yang mementingkan suara atau serangakaian suara).
Puisi
Kamar ialah Puisi yang cocok dibaca sendirian atau dengan satu atau dua
pendengar saja di dalam kamar.
Puisi
Auditorium adalah Puisi yang cocok dibaca di auditorium, di mimbar yang jumlah
pendengarnya dapat ratusan orang.
Sajak-sajak
Leon Agusta banyak yang dimaksudkan untuk sajak auditorium. Puisi-puisi Rendra
kebanyakan adalah puisi auditorium yang baru memperlihatkan keindahannya
setelah suaranya terdengar lewat pembacaan yang keras. Puisi auditorium disebut
juga puisi oral karena cocok untuk dioralkan.
c.
Puisi Fisikal, Platonik, dan Metafisikal
Pembagian
puisi oleh David Daiches ini berdasarkan sifat dari isi yang dikemukakan dalam
puisi itu.
Puisi
Fisikal adalah Puisi bersifat realistis, artinya menggambarkan kenyataan apa
adanya. Yang dilukiskan adalah kenyataan dan bukan gagasan. Hal-hal yang
didengar, dilihat, atau dirasakan merupakan obyek ciptaannya. Puisi-puisi
naratif, balada, impresionistis, juga puisi dramatis biasanya merupakan puisi
fisikal.
Puisi
Platonik adalah Puisi yang sepenuhnya berisi hal-hal yang bersifat spiritual
atau kejiwaan. Dapat dibandingkan dengan istilah 'Cinta Platonis' yang berarti
cinta tanpa nafsu jasmaniah. Puisi-puisi ide atau cita-cita, religius, ungkapan
cinta luhur seorang kekasih atau orang tua kepada anaknya dapat dimasukkan ke
dalam klasifikasi puisi platonik.
Puisi
Metafisikal adalah Puisi yang bersifat filosofis dan mengajak pembaca
merenungkan kehidupan dan merenungkan Tuhan. Puisi religius disatu pihak dapat
dinyatakan puisi platonic (menggambarkan ide atau gagasan penyair), dilain
pihak dapat disebut sebagai puisi metafisik (menagjak pembaca merenungkan
hidup, kehidupan, dan Tuhan), karya-karya mistik Hamzah Fansuri seperti Syair
Dagang, Syair Perahu, dan Syair Si Burung Pingai dapat dipandang sebagai puisi
metafisikal. Kasidah-kasidah “Al-Barzanji” karya Ja'far Al-Barzanji dan tasawuf
karya Jalaludin Rumi dapat diklasifikasikan sebagai puisi metafisikal.
d.
Puisi Subyektif dan Puisi Obyektif
Puisi
Subyektif disebut juga Puisi Personal, yakni puisi yang mengungkapkan gagasan,
pikiran, perasaan, dan suasana dalam diri penyair sendiri. Puisi-puisi yang
ditulis kaum ekspresionis dapat diklasifikasikan sebagai puisi subyektif,
karena mengungkapkan keadaan jiwa penyair sendiri. Demikian pula puisi lirik
dimana aku lirik bicara kepada pembaca.
Puisi
Obyektif berarti Puisi yang mengungkapkan hal-hal diluar diri penyair itu
sendiri. Puisi obyektif disebut juga puisi impersonal. Puisi naratif dan
deskriptif kebanyakan adalah puisi obyektif, meskipun juga ada beberapa yang
subyektif.
e.
Puisi Konkret
Puisi
konkret sangat terkenal dalam dunia perpuisian Indonesia sejak tahun 1770-an.
X.J.Kennedy memberikan nama jenis puisi tertentu dengan nama puisi konkret,
yakni puisi yang bersifat visual, yang dapat dihayati keindahan bentuk dari sudut
pandang (poem for the eye). Kita mengenal adanya bentuk grafis dari puisi,
kaligrafi, ideogramatik, atau puisi-puisi Sutardji Calzoum Bachri yang
menunjukkan pengimajian lewat bentuk grafis. Dalam puisi konkret ini, tanda
baca dan huruf-huruf sangat potensial membentuk gambar. Gambar wujud fisik yang
'kasat mata' lebih dipentingkan dari pada makna yang ingin disampaikan.
f.
Puisi Diafan, Gelap, dan Prismatis.
Puisi
Diafan atau puisi polos adalah puisi yang kurang sekali menggunakan
pengimajian, kata konkret dan bahasa figurative, sehingga puisinya mirip dengan
bahasa sehari-hari. Puisi yang demikian akan sangat muda dihayati maknanya.
Puisi-puisi anak-anak atau puisi karya mereka yang baru belajar menulis puisi
dapat diklasifikasikan puisi diafan. Mereka belum mampu mengharmoniskan bentuk
fisik untuk mengungkapkan makna. Dengan demikian penyair tersebut tidak
memiliki kepekaan yang tepat dalam takarannya untuk lambang, kiasan, majas, dan
sebagainya. Jika puisi terlalu banyak majas, maka puisi itu menjadi gelap dan
sukar ditafsirkan. Sebaliknya jika puisi itu kering akan majas dan versifikasi,
maka itu akan menjadi puisi yang bersifat prosaic dan terlalu cerlang sehingga
diklasifikasikan sebagai puisi diafan.
Dalam
puisi prismatis penyair mampu menyelaraskan kemampuan menciptakan majas,
versifikasi, diksi, dan pengimajian sedemikian rupa sehingga pembaca tidak
terlalu mudah menafsirkan makna puisinya, namun tidak terlalu gelap. Pembaca
tetap dapat menelusuri makna puisi itu. Namun makna itu bagaikan sinar yang
keluar dari prisma. Ada bermacam-macam makna yang muncul karena memang bahasa
puisi bersifat multi interpretable. Puisi prismatis kaya akan makna, namun
tidak gelap. Makna yang aneka ragam itu dapat ditelusuri pembaca. Jika pembaca
mempunyai latar belakang pengetahuan tentang penyair dan kenyataan sejarah,
maka pembaca akan lebih cepat dan tepat menafsirkan makna puisi tersebut.
Penyair-penyair
seperti Amir Hamzah dan Chairil Anwar dapat menciptakan puisi-puisi prismatis.
Namun belum tentu semua puisi yang dihasilkan bersifat prismatis. Hanya dalam
suasana mood seorang penyair besar mampu menciptakan puisi prismatis. Jika
puisi itu diciptakan tanpa kekuatan pengucapan, maka niscaya tidak akan dapat
dihasilkan puisi prismatis. Puisi-puisi dari orang yang baru belajar menjadi
penyair biasanya adalah puisi diafan. Namun kadang-kadang juga kita jumpai
puisi gelap.
g.
Puisi Pernasian, dan Puisi Inspirati
Pernasian
adalah sekelompok penyair Prancis pada pertengahan akhir abad 19 yang
menunjukkan sifat puisi-puisi yang mengandung nilai keilmuan. Puisi pernasian
diciptakan dengan pertimbangan ilmu atau pengetahuan dan bukan didasari oleh
inspirasi karena adanya mood dalam jiwa penyair. Puisi-puisi yang ditulis oleh
ilmuwan yang kebetulan mampu menulis puisi, kebanyakan adalah puisi pernasian.
Puisi-puisi Rendra dalam “Potret Pembangunan” dalam puisi yang banyak berlatar
belakang teori ekonomi dan sosiologi dapat diklasifikasikan sebagai puisi
pernasian. Demikian juga puisi-puisi Dr. Ir. Jujun S. Suriasumantri yang sarat
dengan pertimbangan keilmuan.
Puisi
Inspiratif diciptakan berdasarkan mood atau passion. Penyair benar-benar masuk
ke dalam suasana yang hendak dilukiskan. Suasana batin penyair benar-benar
terlibat kedalam puisi itu. Dengan mood, puisi yang diciptakan akan memiliki
tenaga gaib, sekali baca habis. Pembaca memerlukan waktu cukup untuk
menafsirkan puisi prosaic seperti karya penyair-penyair tahun 1970-an.
h.
Stansa
Jenis
puisi yang bernama stanza kita jumpai dalam Empat Kumpulan Sajak karya Rendra.
Stanza artinya puisi yang tediri atas 8 baris. Stanza berbeda dengan oktaf
karena oktaf dapat terdiri atas 16 atau 24 baris. Aturan pembarisan dalam oktaf
adalah 8 baris untuk tiap bait, sedangkan dalam setanza seluruh puisi itu hanya
terdiri atas 8 baris.
i.
Puisi Demonstrasi dan Pamflet
Puisi
demonstrasi menyaran pada puisi-puisi Taufiq Ismail dan mereka yang oleh Jassin
disebut angkatan 66. puisi ini melukiskan dan merupakan hasil refleksi
demonstrasi para maha siswa dan pelajar sekitar tahun 1966. Menurut subagio
Sastrowardoyo, puisi-puisi demonstrasi 1966 bersifat ke-kita-an, artinya
melukiskan perasaan kelompok, bukan perasaan individu. Puisi-puisi mereka
adalah endapan dari pengalaman fisik, mental, dan emosional selama penyair
terlibat dalam demonstrasi 1966. gaya paradoks dan ironi banyak kita jumpai.
Sementara itu, kata-kata yang membakar semangat kelompok banyak dipergunakan,
seperti kebenaran, kamanusiaan, tirani, kebatilan, dan sebagainya.
Seperti
halnya puisi pamflet, puisi-puisi demonstrasi merupakan ungkapan sepihak,
sehingga kebenaran sulit ditrima secara obyektif. Pihak yang dibela diberikan
tempat dan kedudukan yang terhormat dan serba benar, sedang pihak yang dikritik
dilukiskan berada dalam posisi yang kurang simpatik.
Puisi
pamflet juga mengungkapkan protes social. Disebut puisi pamflet karena
bahasanya adalah bahasa pamflet. Kata-katanya mengungkapkan rasa tidak puaas
kepada keadaan. Munculnya kata-kata yang berisi protes secara spontan tanpa
proses pemikiran atau perenungan yang mendalam. Istilah-istilah gagah membela
kelompoknya disertai dengan istilah tidak simpatik yang memojokkan pihak yang
dikritik. Seperti halnya puisi demonstrasi, bahasa pusi pamflet juga bersifat
prosaic.
Rendra
adalah tokoh puisi pamflet. Didepan telah diberikan salah satu contoh puisi
pamflet Rendra yang berjudul "Sajak Burung Kondor". Kata-kata cukong,
dan kondom dinyatakan bersam dengan kata-kata penderitaan, kelaparan, dan
kesengsaraan rakyat kecil yang dibela. Dalam pusi-puisi pamflet banyak kita
jumpai kata-kata tabu yang diungkapkan penyair untuk menunjukkan kedongkolan
hati penyair kepada pihak yang dikritik atau terhadap keadaan yang tidak
memuaskan dirinya.
Puisi
pamflet Rendra kehilangan makna konotatif, suatu kehebatan Rendra dalam
menciptakan puisi pada tahun 50-an. Kata-kata kasar, ungkapan-ungkapan langsung
ke sasaran, dan hiperbola yang bertujuan memojokkan pihak yang dikritik banyak
kita jumpai dalam puisi-puisi pamflet Rendra. Puisi-puisi pamflet Rendra ini
mengingatkan kita akan puisi-puisi Jerman pada awal industrialisasi di sana.
Puisi-puisi pamflet Rendra kebetulan merupakan reaksi terhadap industrialisasi
yang berkembang pesat sekitar tahun 1974 (seperti halnya puisi pamflet Jerman
j.
Alegori
Puisi
sering-sering mengungkapakan cerita yang isinya dimaksudkan untuk memberikan
nasihat tentang budi pekerti dan agama. Jenis alegori yang terkenal adalah
parable yang juga disebut dongeng perumpamaan. Dalam kitab suci banyak kita
jumpai dongeng-dongeng perumpamaan yang maknanya dapat kita cari dibalik yang
tersurat. Puisi "Teratai" karya Sanusi Pane boleh dikatakn sebagai
puisi alegori, karena kisah bunga teratai itu digunakan untuk mengisahkan tokoh
pendidikan. Kisah tokoh pendidikan yang dilukiskan sebagai teratai itu
digunakan untuk memberi nasihat kepada generasi muda agar mencontoh teladan
'teratai' itu. Cerita berbingkai seperti Panca Tantra, 1001 Malam, Bayan
Budiman dan Hikayat Bachtiar juga dapat diklasifikasikan sebagai parable.
C. BANGUN
STRUKTUR PUISI
Bangun struktur puisi adalah unsur pembentuk puisi yang
dapat diamati secara visual. Unsur tersebut akan meliputi (1) bunyi, (2) kata,
(3) larik atau baris, (4) bait, dan (5) tipografi. Bangun struktur disebut
sebagai salah satu unsur yang dapat diamati secara visual karena dalam puisi
juga terdapat unsur-unsur yang hanya dapat ditangkap lewat kepekaan batin dan
daya kritis pikiran pembaca. Unsur tersebut pada dasarnya merupakan unsur yang
tersembunyi di balik apa yang dapat diamati secara visual.
Unsur yang tersembunyi di balik bangun struktur disebut
istilah lapis makna. Unsur lapis makna ini sulit dipahami sebelum memahami
bangun strukturnya terlebih dahulu. Atas dasar pemikiran itulah masalah bangun
struktur dibahas terlebih dahulu sebelum membahas masalah lapis makna dalam
puisi.
a.
Unsur Bunyi Dalam
Puisi
Bunyi
dibentuk oleh rima dan irama. Rima (persajakan) adalah bunyi-bunyi yang
ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan bait. Sedangkan irama
(ritme) adalah pergantian tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lembut
ucapan bunyi. Timbulnya irama disebabkan oleh perulangan bunyi secara
berturut-turut dan bervariasi (misalnya karena adanya rima, perulangan kata,
perulangan bait), tekanan-tekanan kata yang bergantian keras lemahnya (karena
sifat-sifat konsonan dan vokal), atau panjang pendek kata. Dari sini dapat
dipahami bahwa rima adalah salah satu unsur pembentuk irama, namun irama tidak
hanya dibentuk oleh rima. Baik rima maupun irama inilah yang menciptakan efek
musikalisasi pada puisi, yang membuat puisi menjadi indah dan enak didengar
meskipun tanpa dilagukan.
b. Kata
Dalam Puisi
Berdasarkan bentuk dan isi, kata-kata dalam puisi dapat
dibedakan antara (1) lambang, yakni bila kata-kata itu mengandung makna seperti
makna dalam kamus (makna leksikal) sehingga acuan maknanya tidak menunjuk pada
berbagai macam kemungkinan lain (makna denotatif, (2) utterance atau indice,
yakni kata-kata yang mengandung makna sesuai dengan keberadaan dalam konteks
pemakaian, dan (3) simbol, yakni bila kata-kata itu mengandung makna ganda
(makna konotatif) sehingga untuk memahaminya seseorang harus menafsirkannya
(interpretatif) dengan melihat bagaimana hubungan makna kata btersebut dengan
makna kata lainnya (analisis kontekstual), sekaligus berusaha menemukan fitur
semantisnya lewat kaidah proyeksi mengembalikan kata ataupun bentuk larik
(kalimat) ke dalam bentuk yang lebih sederhana lewat pendekatan para frastis.
c. Baris Dalam Puisi
Larik
(atau baris) mempunyai pengertian berbeda dengan kalimat dalam prosa. Larik
bisa berupa satu kata saja, bisa frase, bisa pula seperti sebuah kalimat. Pada
puisi lama, jumlah kata dalam sebuah larik biasanya empat buat, tapi pada
puisi baru tidak ada batasan.
d. Bait Dalam Puisi
Bait
merupakan kumpulan larik yang tersusun harmonis. Pada bait inilah biasanya ada
kesatuan makna. Pada puisi lama, jumlah larik dalam sebuah bait biasanya empat
buah, tetapi pada puisi baru tidak dibatasi.
d. Tipografi Dalam Puisi
Tipografi adalah cara penulisan suatu puisi sehingga menampilkan
bentuk-bentuk tertentu yang dapat diamati secara visual disebut tipografi. Peranan tipografi dalam puisi, selain untuk menampilkan
aspek artistik, juga untuk menciptakan nuansa makna dan suasana tertentu.
Selain itu, tipografi juga berperanan dalam menunjukkan adanya loncatan gagasan
serta memperjelas adanya satuan-satuan makna tertentu yang ingin dikemukakan
penyairnya.
D. TEKNIK PEMBUATAN PUISI
Sampai
saat ini, barangkali berjuta puisi telah dituliskan, baik yang dipublikasikan
di buku, di koran, di internet, maupun yang masih tetap mengendap di tangan
penulis atau bahkan sudah hilang, entah ke mana rimbanya.
Berbagai
ragam tema bahasan juga pernah diungkapkan lewat puisi, mulai dari kehidupan
sehari-hari, budaya, sains, politik dan tentu saja tentang cinta yang banyak
sekali ditemukan, khususnya puisi yang dituliskan oleh kaum remaja.
Tentu,
puisi-puisi ini dilahirkan dari berbagai macam proses kelahiran. Sebenarnya,
jika dicermati, menurut pengalaman, puisi itu merupakan ungkapan kata bermakna
yang dihasilkan dari berbagai macam proses kelahiran masing-masing. Proses kelahiran ini ada beberapa tahap, antara lain :
a. Tahap Mengungkapkan Fakta Diri
Puisi pada tahap ini,
biasanya lahir berdasarkan observasi pada sekitar diri sendiri, terutama pada faktor
fisik. Misalnya pada saat berkaca.
b.
Tahap Mengungkapkan Rasa Diri
Pada tahap ini akan lahir
puisi yang mampu mengungkapkan rasa atau perasaan diri sendiri atas obyek yang
bersinggungan atau berinteraksi. Perasaan yang terungkap bisa berupa sedih, senang,
benci, cinta, patah hati, dan lain-lain, misalnya tatkala melihat meja, akan
bisa lahir sebuah puisi
c.
Tahap Mengungkapkan Fakta Obyek Lain
Pada tahap ini puisi
dilahirkan berdasarkan fakta-fakta di luar diri dan dituliskan begitu saja apa
adanya, tanpa tambahan kata bersayap atau metafora, misalnya tatkala melihat
meja, kemudian muncul gagasan untuk menulis puisi.
d.
Tahap Mengungkapkan Rasa Obyek Lain
Pada tahap ini penulis puisi
mencoba berusaha mengungkapkan perasaan suatu obyek, baik perasaan orang lain
maupun benda-benda di sekitarnya yang seolah-olah menjelma menjadi manusia.
Misalnya tatkala melihat orang muda bersandar di bawah pohon rindang, dapat
sebuah terlahir puisi.
e.
Tahap Mengungkapkan Kehadiran Yang Belum Hadir
Pada tahap ini puisi sudah
merupakan hasil kristalisasi yang sangat mendalam atas segala fakta, rasa dan
analisa menuju jangkauan yang bersifat lintas ruang dan waktu, menuju kejadian
di masa depan. Mengungkapkan Kehadiran yang belum hadir artinya melalui media
puisi, puisi dipandang mampu untuk menyampaikan gagasan dalam menghadirkan yang
belum hadir, yaitu sesuatu hal yang pengungkapannya hanya bisa melalui puisi,
tidak dengan yang lain. Misalnya cita-cita anak manusia, budaya dan gaya hidup
masyarakat di masa depan, dan lain-lain. Salah satu contoh yang menarik adalah
lahirnya puisi paling tegas dari para pemuda Indonesia, tanggal 28 Oktober 1928
di Jakarta, atas prakarsa Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI), dalam
Sumpah Pemuda.
Saat Sumpah pemuda yang
berbentuk puisi ini diikrarkan, bangsa Indonesia masih tersekat-sekat dalam
kebanggaan masing-masing suku, ras dan bahasa serta masih dijajah oleh kolonial
Belanda. Melalui Puisi Sumpah Pemuda, lambat laun terjadi pencerahan pada
seluruh komponen bangsa akan pentingnya persatuan, sehingga jiwa persatuan itu
sanggup dihadirkan di dalam setiap individu bangsa Indonesia, meskipun
kemerdekaan dan persatuan belum terwujud. Dan menunggu sampai dengan di raihnya
kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945.
E. TEKNIK
PEMBACAAN PUISI
Bagaimana
kita membaca puisi dengan baik dan sampai sasaran/tujuan makna dari puisi yang
kita baca sesuai maksud Sang Penyair? Ada beberapa tahapan yang harus di
perhatikan oleh sang pembaca puisi, antara lain :
a.
Interpretasi (penafsiran/pemahaman
makna puisi)
Dalam proses ini diperlukan
ketajaman visi dan emosi dalam menafsirkan dan membedah isi puisi. Memahami isi
puisi adalah upaya awal yang harus dilakukan oleh pembaca puisi, untuk
mengungkap makna yang tersimpan dan tersirat dari untaian kata yang tersurat.
b. Vocal
Suara yang dikeluarkan oleh alat ucap harus
sesuai dengan puisi yang dibacakan.
c.
Artikulasi
Pengucapan kata yang utuh dan jelas, bahkan di setiap hurufnya.
Pengucapan kata yang utuh dan jelas, bahkan di setiap hurufnya.
d.
Diksi
Pengucapan kata demi kata dengan tekanan yang bervariasi dan rasa.
Pengucapan kata demi kata dengan tekanan yang bervariasi dan rasa.
e.
Tempo
Cepat lambatnya pengucapan (suara). Kita harus pandai mengatur dan menyesuaikan dengan kekuatan nafas. Di mana harus ada jeda, di mana kita harus menyambung atau mencuri nafas.
Cepat lambatnya pengucapan (suara). Kita harus pandai mengatur dan menyesuaikan dengan kekuatan nafas. Di mana harus ada jeda, di mana kita harus menyambung atau mencuri nafas.
f.
Dinamika
Lemah kerasnya suara (setidaknya harus sampai pada penonton, terutama pada saat lomba membaca puisi). Kita ciptakan suatu dinamika yang prima dengan mengatur rima dan irama, naik turunnya volume dan keras lembutnya diksi, dan yang penting menjaga harmoni di saat naik turunnya nada suara.
Lemah kerasnya suara (setidaknya harus sampai pada penonton, terutama pada saat lomba membaca puisi). Kita ciptakan suatu dinamika yang prima dengan mengatur rima dan irama, naik turunnya volume dan keras lembutnya diksi, dan yang penting menjaga harmoni di saat naik turunnya nada suara.
g.
Modulasi
Mengubah (perubahan) suara dalam membaca puisi.
Mengubah (perubahan) suara dalam membaca puisi.
h. Intonasi
Tekanan
dan laju kalimat pada kata di tiap baris puisi, sehingga menimbulkan suatu
pengungkapan isi kalimat yang tepat.
i.
Jeda
Pemenggalan sebuah kalimat dalam puisi.
Pemenggalan sebuah kalimat dalam puisi.
j.
Pernafasan.
Biasanya, dalam membaca puisi yang digunakan adalah pernafasan perut.
Biasanya, dalam membaca puisi yang digunakan adalah pernafasan perut.
k. Penampilan
Kerapian pakaian, keserasian warna, atribut akan
menambah angka bagi si pembaca puisi. Tentu saja penilaiannya bukan terletak
pada segi mewah atau tidaknya pakaian yang ia kenakan, akan tetapi pada
kepantasan dan keerasiannya dengan tema puisi yang akan dia bacakan.
l.
Gerak
Gerakan seseorang membaca puisi harus dapat mendukung isi dari puisi yang dibaca. Gerak tubuh atau tangan jangan sampai klise.
Gerakan seseorang membaca puisi harus dapat mendukung isi dari puisi yang dibaca. Gerak tubuh atau tangan jangan sampai klise.
m.
Komunikasi
Pada saat kita membaca puisi harus bias memberikan sentuhan, bahkan menggetarkan perasaan dan jiwa penonton.
Pada saat kita membaca puisi harus bias memberikan sentuhan, bahkan menggetarkan perasaan dan jiwa penonton.
n.
Ekspresi
Tampakkan hasil pemahaman, penghayatan dan segala aspek di atas dengan ekspresi yang pas dan wajar.
Tampakkan hasil pemahaman, penghayatan dan segala aspek di atas dengan ekspresi yang pas dan wajar.
o.
Konsentrasi
Pemusatan pikiran terhadap isi puisi yang akan kita baca.
Pemusatan pikiran terhadap isi puisi yang akan kita baca.
BAB III
KESIMPULAN
A. Pengertian Puisi
Secara etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani
berasal dari poesis yang artinya berati penciptaan. Dalam bahasa Inggris,
padanan kata puisi ini adalah poetry yang erat dengan –poet dan -poem. Mengenai
kata poet, Coulter (dalam Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal
dari Yunani yang berarti membuat atau mencipta. Dalam bahasa Yunani sendiri,
kata poet berarti orang yang menciptakan melalui imajinasinya,
orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa.
Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus
merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang
tersembunyi.
B.
Ragam puisi
a)
Berdasarkan
Zaman
Ditinjau dari segi
periodisasi kelahiran puisi kita mengenal adanya istilah puisi lama dan puisi
baru atau sering pula dibedakan atas puisi tradisional dan puisi modern.
-
Puisi Lama
-
Puisi Baru
b) Berdasarkan Sudut Pandang Penulis
W.H
Hudson menyatakan adanya puisi sebyektif dan puisi obyektif (1959:96). Cleanth
Brooks menyebut adanya puisi naratif dan puisi deskriptif (1979:335-356). David
Daiches menyebut adanya puisi fisik, platonic, dan metafisik (1948:145). X.J.
Kennedy menyebut adanya puisi konkret dan balada (1071:116-226). Dalam kumpulan
puisi Rendra, kita mengenal judul-judul: balada, romansa, stanza, serenada, dan
sebagainya. Ada juga parable atau alegori. Sedangkan istilah ode, himne, puisi
kamar, dan puisi auditorium juga sering kita jumpai.
-
Puisi Naratif, Lirik, dan Deskriptif
-
Puisi Kamar dan Puisi Auditorium
-
Puisi Fisikal, Platonik, dan Metafisikal
-
Puisi Subyektif dan Puisi Obyektif
-
Puisi Konkret
-
Puisi Diafan, Gelap, dan Prismatis.
-
Puisi Pernasian, dan Puisi Inspirati
-
Stansa
-
Puisi Demonstrasi dan Pamflet
-
Alegori
C.
Bangun Struktur Puisi
Bangun struktur puisi adalah unsur pembentuk puisi yang
dapat diamati secara visual. Unsur tersebut akan meliputi (1) bunyi, (2) kata,
(3) larik atau baris, (4) bait, dan (5) tipografi. Bangun struktur disebut
sebagai salah satu unsur yang dapat diamati secara visual karena dalam puisi
juga terdapat unsur-unsur yang hanya dapat ditangkap lewat kepekaan batin dan
daya kritis pikiran pembaca. Unsur tersebut pada dasarnya merupakan unsur yang
tersembunyi di balik apa yang dapat diamati secara visual.
Unsur yang tersembunyi di balik bangun struktur disebut
istilah lapis makna. Unsur lapis makna ini sulit dipahami sebelum memahami
bangun strukturnya terlebih dahulu. Atas dasar pemikiran itulah masalah bangun
struktur dibahas terlebih dahulu sebelum membahas masalah lapis makna dalam
puisi.
D.
teknik pembuatan puisi
Puisi-puisi dilahirkan dari berbagai macam proses kelahiran.
Sebenarnya, jika dicermati, menurut pengalaman, puisi itu merupakan ungkapan
kata bermakna yang dihasilkan dari berbagai macam proses kelahiran masing-masing. Proses kelahiran ini ada beberapa tahap, antara lain :
-
Tahap Mengungkapkan Fakta
Diri
-
Tahap Mengungkapkan Rasa Diri
-
Tahap Mengungkapkan Fakta Obyek Lain
-
Tahap Mengungkapkan Rasa Obyek Lain
- Tahap Mengungkapkan
Kehadiran Yang Belum Hadir
E.
Teknik pembacaan puisi
Beberapa
tahapan yang harus di perhatikan oleh sang pembaca puisi, antara lain:
-
Interpretasi (penafsiran/pemahaman
makna puisi)
-
Vocal
-
Artikulasi
-
Diksi
-
Tempo
-
Dinamika
-
Modulasi
-
Intonasi
-
Jeda
-
Pernafasan
-
Penampilan
-
Gerak
-
Komunikasi
-
Ekspresi
-
Konsentrasi
DAFTAR PUSTAKA
Semi, M. Atar. 1993.
Anatomi Sastra. Bandung : Angkasa
Raya.
Amnudin. 2000. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung
: PT. Sinar Algensindo.
http://istayn.staff.uns.ac.id/files/2010/10/teori-sastra-2.pdf
http://fajriyahmy.blogspot.com/2011/12/makalah-puisi.html
http://id.Dewi. 2008. Pengertian Fungsi dan Ragam
Sastra. dewi-biru.blogspot.com.
thanks infonya kak
BalasHapussama-sama ka
HapusKirimkan makalah itu👉
BalasHapusApa maksudnya
Hapus